Faktor yang terakhir adalah kondisi di atas permukaan gunung. Salah satunya adalah perubahan pasang-surut ketika gerhana bulan dan gerhana matahari terjadi. Untuk kasus ini, gunung-gunung api yang berada di tengah laut ini relatif lebih sensitif karena permukaan air yang naik akan menambah tekanan terhadap gunung api yang berada di tengah laut. Sehingga apabila gunung apinya berada pada titik kritis maka dia akan cenderung “batuk-batuk”. Misalnya Krakatau, Gamalama, Banda Api, dan lain-lain.
Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi meletusnya gunung api adalah berkaitan dengan pelelehan es pada gunung-gunung api yang berada di negara empat musim atau di wilayah kutub. Dr. Mirzam mencontohkan Gunung Eyjafjallajökull yang ada di Islandia. Pada 2010 lapisan es yang terdapat di gunung tersebut meleleh karena pemanasan global, dan perubahan dari musim dingin ke musim semi. Gunung Eyjafjallajökull sendiri setiap tahun esnya mencair sebanyak 11 miliar ton.
“Karena es itu meleleh maka bisa dibayangkan gunung api yang tadinya tertutup es sebagai penahan tudungnya, esnya hilang tiba-tiba. Beban yang hilang tersebut membuat kekurangan tekanan yang dapat menyebabkan magma di dalam gunung tersebut sangat mudah naik ke atas sehingga gunung api kemudian meletus,” ungkapnya.