Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University ini menjelaskan, implementasi kebijakan dalam pembangunan berisiko belum dilakukan secara komprehensif, padahal terdapat 6 Undang Undang (UU) dan 11 Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kebijakan dalam pembangunan berisiko.
“Saat ini kebijakan dalam pembangunan berisiko baru fokus pada risiko dari aktivitas industri. Namun risiko terhadap ekosistem dan lingkungan yang berbasis ruang (spasial) belum dapat perhatian yang cukup karena masih adanya sampai plastik, kerusakan karang akibat iklim, banjir rob di kawasan pantai serta subsidence,” terangnya.
Prof Yonvitner menekankan agar calon presiden (capres) terpilih ke depan bisa memiliki komitmen kuat dan dapat merancang desain pembangunan baik pesisir, laut, pulau-pulau kecil dan perikanan dengan mempertimbangkan risiko mainstream-nya. “Seharusnya ketiga capres bisa juga menyentuh jiwa ekosistem yang rusak, illegal fishing maupun kerusakan pulau kecil akibat invests tambang,” ujarnya.