IPOL.ID – Plt Sekjen Kemenag Abu Rokhmad meyatakan bahwa program layanan keagamaan bagi semua umat beragama di KUA bisa segera dilaksanakan. Adapun untuk layanan perkawinan, itu akan diterapkan secara bertahap.
Hal ini disampaikan Abu Rokhmad sebagai kesimpulan rapat koordinasi lintas layanan bimbingan masyarakat yang berlangsung di Jakarta, Selasa (4/3).
Rakor yang dipimpin Abu Rokhmad membahas rencana tindaklanjut atas arahan Menag Yaqut Cholil Qoumas agar Kantor Urusan Agama (KUA) bisa menjadi pusat layanan semua umat beragama.
“Layanan Keagamaan yang inklusif untuk semua agama dapat dilaksanakan di KUA, tanpa mengurangi peran lembaga keagamaan,” jelasnya.
Layanan itu mencakup: layanan informasi, administrasi, bimbingan keagamaan, serta pendampingan dan advokasi. Termasuk dalam layanan bimbingan adalah bimbingan dan konseling perkawinan, bimbingan pra nikah (calon pengantin), dan pendaftaran perkawinan.
“Khusus Pelaksanaan pelayanan perkawinan di KUA dilaksanakan secara bertahap dengan memperhatikan kebutuhan umat beragama, kesiapan SDM, dan dukungan managemen,” sebutnya.
Poin lain yang disepakati dalam rakor ini adalah pentingnya perumusan landasan yuridis, filosifis, sosiologis, dan historis terkait KUA sebagai pusat layanan semua agama. Hal ini akan segera disusun oleh Balitbang dan Diklat Kemenag.
Kemenag, kata Abu Rokhmad, juga akan mengintensifkan koordinasi dengan Kemendagri, utamanya dalam proses pembahasan regulasi. Untuk itu, Biro Hukum Kemenag akan melakukan identifikasi, inventarisasi, dan penyusunan regulasi yang dibutuhkan.
Program KUA sebagai pusat layanan keagamaan akan dilaksanakan oleh seluruh Bimas Agama dan Pusbimdik Khonghucu. Sekretaris Ditjen Bimas Islam Adib Machrus mengatakan, pihaknya telah melakukan pembahasan KUA sebagai pusat layanan keagamaan dengan Sekretariat Bimas lainnya dan Pusbimdik Khonghuchu dan telah menyepakati program ini.
“Perlu membuat Pilot Project KUA sebagai pusat layanan keagamaan,” ucapnya.
“Ditjen Bimas Islam berencana akan mendiskusikan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja sama (PKS) antara Simkah Kemenag dengan SIAK Kemendagri,” imbuhnya.
Dirjen Bimbingan Masyarakat Buddha Supriyadi menggarisbawahi program KUA sebagai pusat layanan semua agama akan semakin mendekatkan kehadiran pemerintah di tengah masyarakat.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Suparman menjelaskan bahwa pihaknya telah membahas program ini bersama Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI). Pembahasan itu untuk menyamakan persepsi bahwa layanan keagamaan yang menjadi domain gereja, misalnya pelaksanaan pernikahan, tetap menjadi kewenangan gereja.
Adapun domain negara adalah proses pencatatan sipil dan pendaftaran pernikahan. Ini pun diharapkan ke depan tidak memperpanjang alur birokrasi.
Hal senada disampaikan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Jeane Marie Tulung. Dia menegaskan bahwa lembaga keagamaan Kristen mendukung program ini.
Dia berharap implementasinya dapat dimatangkan dengan Kemendagri agar lebih terintegrasi dan tidak memperpanjang birokrasi.
Dukungan terhadap program KUA sebagai pusat layanan keagamaan juga disampaikan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu, I Nengah Duija.
Ia berharap program KUA sebagai pusat layanan keagamaan dapat meningkatkan tata kelola dan pengaturan layanan pernikahan umat Hindu.
“Kita sudah menyusun pilot project dengan nama “Rumah Keluarga Sukinah” di beberapa KUA, salah satunya KUA di Bali dan dimungkinkan dapat dilanjutkan di KUA di NTB dan di Sulteng,” terang I Nengah Duija.
“Pilot project dengan nama “Rumah Keluarga Sukinah” dilaksanakan oleh Penyuluh Agama dan tokohg agama Hindu,” sambungnya.
Kepala Pusbimdik Khonghucu Susari menilai birokrasi pengurusan pernikahan di Khonghucu selama ini cukup panjang. Dia berharap, program KUA ini dapat memudahkan masyarakat Khonghucu dalam proses pernikahan.
“Sudah ada 10 standar layanan di Khonghucu, salah satunya yang berkaitan dengan KUA adalah berkaitan dengan kepenyuluhan, bimbingan rumah ibadah, dan pengaturan lembaga keagamaan,” kata Susari.
Staf Khusus Bidang Penegakan Hukum dan Kepatuhan Abdul Qodir menilai perlu ada integrasi sistem antara Kemendagri dan Kemenag. Ini misalnya bisa dilakulan melalui Pusat Data dan Informasi (Pusdatin). Mekanismenya diawali dengan Nota Kesepahaman yang dapat menjembatani pertukaran data perkawinan umat Islam dan data perwakinan umat Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.
“Nota Kesepahaman dengan Kemendagri tentang integrasi sistem dan data Simkah dengan SIAK bisa menjadi langkah awal pelaksanaan program ini. Diharapkan dengan hal ini dapat menjadi suksesnya pelaksanaan program ini dari data yang telah tertata rapi,” terangnya. (far)