IPOL.ID – Jemaah Masjid Aolia Gunungkidul, Yogyakarta disorot karena menetapkan 1 Syawal 1445 H jauh lebih awal yakni pada Jumat, 5 April 2024.
Pimpinan Jemaah Masjid Aolia Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu menuturkan penentuan 1 Syawal didasarkan pada keyakinannya, di mana malam 30 Ramadan bertepatan pada Kamis (4/4). Dia mengaku penentuan Idulfitri 2024 setelah ‘Menelpon Allah’.
Menanggapi hal itu, Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Ni’am Sholeh dengan tegas mengatakan bahwa hal tersebut merupakan sebuah kesalahan yang perlu untuk diingatkan.
“Kasus di sebuah komunitas di Gunungkidul itu jelas kesalahan, perlu diingatkan,” ujar Ni’am, dikutip Senin (8/4).
Menurutnya, kepercayaan yang diyakini oleh Jemaah Aolia tersebut perlu dikaji lebih lanjut. Jika hal tersebut merupakan ketidaktahuan masyarakat, maka harus segera diingatkan.
Namun, jika praktik keagamaan tersebut dilakukan dengan sadar dan penuh keyakinan, maka hal tersebut dihukum haram.
“Bisa jadi dia melakukannya karena ketidaktahuan, maka tugas kita memberi tahu, kalau dia lalai, diingatkan,” ungkapnya.
“Kalau praktik keagamaan itu dilakukan dengan kesadaran dan menjadi keyakinan keagamaannya, maka itu termasuk pemahaman dan praktik keagamaan yang menyimpang, mengikutinya haram,” tambahnya.
Ni’am juga menyampaikan penentuan terkait awal maupun akhir bulan Ramadan telah ditentukan oleh syariat dan ada ilmunya. Maka tidak diperkenankan jika penentuannya berdasarkan dengan kejahilan.
“Bagi yang tidak memiliki ilmu dan keahlian, wajib mengikuti yang punya ilmu dan keahlian. Tidak boleh menjalankan ibadah dengan mengikuti orang yang tidak punya ilmu di bidangnya,” katanya (far)