IPOL.ID – Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejaksaan Agung) Febrie Adriansyah dilaporkan oleh Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (27/5/2024).
KSST terdiri dari sejumlah elemen NGO dan tokoh penggiat antikorupsi. Mulai dari IDEF, IPW, JATAM dan sejumlah praktisi hukum seperti Deolipa Yumara, dan pegiat anti korupsi Rahma Sarita.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan, Febrie dan sejumlah pihak lainnya diduga melakukan tindak pidana korupsi pelaksanaan lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama yang digelar oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung. Menurut Sugeng, saham itu ditawarkan dengan harga Rp 1,945 triliun dan mengakibatkan dugaan kerugian negara Rp 9,7 triliun.
“Untuk itu pada hari ini, secara bersama-sama kami telah melaporkan kepada KPK, ST Kepala Pusat PPA Kejagung selaku penentu harga limit lelang; Febrie Adriansyah, Jampidsus Kejagung selaku pejabat yang memberikan persetujuan atas nilai limit lelang,” ujar Sugeng saat ditemui wartawan di KPK, Jakarta, Senin (27/5/2024).
Selain Febrie dan ST, Sugeng yang datang bersama pengacara Deolipa Yumara juga melaporkan pejabat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Lalu, pihak swasta bernama Andrew Hidayat, Budi Simin Santoso, Yoga Susilo yang diduga menjadi pemilik manfaat (beneficial owner) dari PT Indobara Utama Mandiri (PT IUM), juga dilaporkan ke KPK.
Sugeng mengatakan, dalam kajian dialog publik yang digelar pada 15 Mei lalu, sejumlah aktivis dari KSST mengungkap adanya dugaan persekongkolan jahat. Mereka menduga, terdapat penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan lelang PT Gunung Bara Utama oleh PPA Kejaksaan Agung yang dimenangkan oleh PT IUM.
PT IUM diduga sengaja didirikan oleh Andrew Hidayat pada tanggal 19-12-2022, atau 10 hari sebelum Penjelasan Lelang (aanwijzing), untuk dipersiapkan menjadi pemenang lelang. Andrew Hidayat lalu menunjuk sejumlah nominee atau boneka yang tidak memenuhi kualifikasi dari aspek personality dan party untuk duduk selaku direksi dan komisaris. Pemegang saham di perseroan dengan diatasnamakan PT MPN dan PT SSH.
“Kedudukan nominee-nominee pada PT IUM dan PT GBU merupakan bentuk “penyelundupan hukum” bertentangan dengan pasal 33 UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal jo Pasal 48 ayat (1) UU No 40 Tahun 2007 tentang PT, yang diduga dimaksudkan untuk “menyembunyikan dan menyamarkan” kekayaan yang bersumber dari tindak pidana pencucian uang. PT IUM selain tidak memiliki Laporan Keuangan 3 (tiga) tahun terakhir, yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Independen, dari aspek teknis, administratif, teknis, finansial, lingkungan, PT IUM, sejatinya tidak memenuhi syarat untuk menjadi peserta lelang,” tambah Sugeng.
Di sisi lain, Melky Nahar dari JATAM mengungkap pembayaran uang lelang oleh PT IUM sebesar Rp 1,945 triliun diduga bersumber dari pinjaman lembaga perbankan milik BUMN dengan pagu kredit sebesar Rp 2,4 triliun.
“Hal ini telah menggambarkan terdapat pengaruh kekuatan politik dan kekuasaan pada level tertentu, yang bergotong royong jauh sebelum lelang dilaksanakan dalam lorong-lorong gelap orkestrasi permufakatan jahat,” ujar Melky.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman membandingkan lelang saham PT GBU dengan penjualan 100 persen saham PT Multi Tambangjaya Utama (PT MTU), anak perusahaan PT IE Tbk. Seratus persen saham PT MTU laku terjual seharga USD 218 juta atau setara Rp 3,4 triliun. Padahal Total Reserves PT MTU hanya sebanyak 25 juta MT, dengan kalori relatif sama dengan PT GBU. Sedangkan PT GBU yang memiliki Total Reserves sebanyak 100 juta MT, dengan kualitas infra struktur jauh lebih baik dari PT MTU hanya laku Rp 1,945 triliun.
“Ini tidak logis dan irasional. Lelang saham PT GBU berpotensi merugikan negara sedikitnya Rp9,7 triliun, sekaligus memperkaya AH, mantan narapidana kasus korupsi suap, pemilik PT MHU dan MMS Group, serta menyebabkan pemulihan asset megakorupsi Jiwasraya dalam konteks pembayaran kewajiban uang pengganti Terpidana Heru Hidayat sebesar Rp 10,728 triliun menjadi tidak tercapai” tukas Boyamin kepada wartawan.
“Bila batubara sebanyak 100 juta MT itu seluruhnya diekspor maka nilainya yang dinikmati PT IUM (AH Dkk) adalah USD 7.000.000.000,00,- atau setara Rp 112 triliun, dengan asumsi harga per MT adalah USD 70,” sambung Direktur Eksekutif IDEF, Faisal Basri. (Msb/Yudha Krastawan)
Jampidsus, Kepala PPA Kejaksaan dan AH Resmi Dilaporkan ke KPK
