IPOL.ID – Dugaan pungutan liar (pungli) terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Jakarta, dan menimpa tahanan yang baru datang. Saat pindah dari ruangan Masa Pengenalan Lingkungan (Mapenaling) ke kamar, diduga tahanan harus menyetorkan uang Rp30-40 juta ke petugas lapas.
Salah satu keluarga narapidana yang baru dipindahkan ke Lapas Narkotika Cipinang, berinisial UL mengungkapkan, dugaan pungli itu terjadi beberapa waktu belakangan ini. Kerabatnya yang baru saja dipindahkan dari Lapas Salemba masih tetap berada di Mapenaling.
“Katanya di Mapenaling hanya 21 hari, tapi ini sudah lebih dari satu bulan juga Kaka masih belum juga dipindah ke kamar,” ungkap UL dikonfirmasi awak media di Jakarta, Selasa (30/4).
Lebih jauh, UL menjelaskan, perlakuan yang diterima kerabatnya itu berbeda jauh dengan rekannya yang juga dipindah ke Lapas Narkotika secara bersamaan. Sebab, salah satu pria yang sebelumnya menempati ruangan itu kini sudah bisa tidur dengan tenang di dalam kamar.
“Ada napi berinisial WH, kini sudah pindah. Katanya dia bayar Rp30 juta, makanya langsung dapat kamar,” bebernya.
Sedangkan kerabatnya sendiri, sambung UL, mencoba melakukan hal sama untuk mendapatkan kamar dengan menyetorkan sejumlah upeti. Namun, pihak lapas menyebutkan jika keluarga harus menyediakan uang Rp40 juta bila memang ingin mendapatkan kamar tersebut.
“Kita mau cari kemana lagi uangnya, menyiapkan Rp30 juta saja harus cari pinjaman kemana-mana,” tegas UL.
Segala upaya, berbagai cara sudah dilakukan pihak keluarga supaya mendapat keringanan agar bisa mendapatkan kamar. Namun hal itu sia-sia dan hingga tidak juga membuahkan hasil.
“Bahkan dari kemarin dapat kabar sekarang dipindahkan lagi ke sel tikus. Apalagi itu, dan alasannya nggak tahu kenapa tuh,” tukasnya.
Di ruangan Mapenaling sendiri, sambung UL, kerabatnya harus tidur di tempat yang dianggap tak layak dan jauh dari nyaman. Hanya dengan beralaskan kardus bekas, kerabat dan beberapa rekan lainnya tidur setiap malam.
“Kalau hujan katanya nggak bisa tidur, karena ruangan itu basah semua. Apalagi selama ini tidurnya pun disamping pot kembang,” ungkapnya.
Selain ruangan tak layak, kata UL, makanan disediakan oleh pihak lapas pun dinilai memprihatinkan. Karena, istilah makan “nasi cadong” harus diterimanya selama satu bulan belakangan ini.
“Katanya nasinya keras seperti beras yang belum matang. Lauknya pun seadanya, kadang makan hanya nasi saja yang penting tidak kelaparan,” jelasnya.
Dikonfirmasi awak media terkait hal tersebut, Fonika Affandi, Kepala Lapas Narkotika Kelas IIA Jakarta, enggan memberikan jawabannya.
Sementara, dikonfirmasi terpisah pada awak media, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (kanwilkumham) DKI Jakarta, Andika Dwi Prasetyo mengatakan, pihaknya akan segera melakukan pemeriksaan terkait laporan tersebut.
Menurut Andika, dirinya harus melakukan klarifikasi dan konfirmasi terlebih dahulu atas laporan yang disampaikan itu.
“Kami juga harus melakukan pendalaman agar nantinya jawaban yang diberikan bisa dipertanggungjawabkan,” tutup Andika. (Joesvicar Iqbal)