IPOL.ID – Vladimir Putin, Selasa (7/5) memulai masa jabatan kelima sebagai pemimpin Rusia, dalam sebuah upacara pelantikan di Kremlin yang mewah.
Dia memastikan enam tahun lagi memegang kekuasaan setelah menghancurkan musuh-musuh politiknya, melancarkan perang yang merusak di Ukraina dan memusatkan semua kekuatan di tangannya.
Sudah berkuasa selama hampir seperempat abad dan menjadi pemimpin yang terlama menjabat di Kremlin sejak Yosef Stalin, periode kekuasaan Putih tidak akan sepenuhnya berakhir pada 2030, ketika dia secara konstitusional memenuhi syarat untuk mencalonkan diri lagi.
Dilaporkan VOA Indonesia, dalam upacara di Istana Kremlin yang berlapis emas, Putin meletakkan tangannya di atas kitab Konstitusi Rusia dan berjanji untuk mempertahankannya, di bawah tatapan tamu-tamu terkemuka yang dia pilih.
Sejak menggantikan Presiden Boris Yeltsin pada jam-jam terakhir tahun 1999, Putin telah mengubah Rusia dari negara yang ekonominya terancam runtuh, menjadi negara yang dijauhi karena mengancam keamanan global.
Setelah invasi ke Ukraina pada 2022 yang menjadi konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II, Rusia telah menerima sanksi berat dari Barat, dan beralih ke rezim lain seperti Tiongkok, Iran dan Korea Utara untuk meminta dukungan.
Di dalam negeri, popularitas Putin terkait erat dengan peningkatan standar hidup bagi rakyat biasa Rusia. Dia memulai periode kekuasaan pada 2018 dengan menjanjikan Rusia mencapai lima terbesar ekonomi global, bersumpah bahwa negara itu akan menjadi “modern dan dinamis”.
Namun sebaliknya, ekonomi Rusia lebih bertumpu pada pijakan perang, dan pemerintah membelanjakan anggaran pertahanan yang mencatat rekor.
Para analis mengatakan, karena Putin telah mengamankan kekuasaan selama enam tahun ke depan, pemerintah mungkin saja mengambil langkah yang tidak populer dengan meningkatkan pajak untuk mendanai perang dan menekan lebih banyak pria untuk bergabung dengan militer.
Pada awal periode kekuasaannya yang sekarang, pemerintahan Rusia secara rutin dibubarkan sehingga Putin bisa menentukan nama baru untuk perdana menteri dan anggota kabinet.
Salah satu area kunci untuk diperhatikan adalah Kementerian Pertahanan.
Tahun lalu, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu berada di bawah tekanan karena tindakannya dalam perang, ketika pemimpin tentara bayaran Yevgeny Prigozhin menyampaikan kritik terhadapnya, karena kurangnya amunisi untuk kontraktor swasta yang dia pimpin dalam perang di Ukraina. Pemberontakan singkat Prigozhin pada Juni terhadap Kementerian Pertahanan menggambarkan ancaman terbesar terhadap pemerintahan Putin.
Musuh politik terbesarnya, pemimpin oposisi Alexei Navalny, meninggal di koloni penjara Artik pada Februari. Nasib kritikus terkemuka lainnya antara dipenjara atau melarikan diri dari negara itu, dan bahkan sejumlah musuhnya yang berada di luar negeri, merasa takut atas keamanan mereka.
UU telah disahkan yang mengancam hukuman penjara jangka panjang bagi siapapun yang mendiskreditkan militer. Kremlin juga menarget media independen, kelompok HAM, aktivis LGBTQ+ dan pihak-pihak lain yang tidak memandang penting, apa yang ditekankan Putin sebagai “nilai-nilai keluarga tradisional Rusia.” (VOA Indonesia/far)