IPOL.ID – Masyarakat perkotaan dan pedesaan di Amerika Serikat kini bergantung pada toko obat sebagai pilihan perawatan terpercaya dan tempat untuk mendapatkan nasihat. Namun, seiring makin berkurangnya jumlah toko seperti itu, banyak warga kesulitan mendapat akses kesehatan.
Di Elizabeth, New Jersey, Bert’s Pharmacy membantu pelanggan menjawab banyak pertanyaan mengenai pengobatan.
Paling tidak itu dinyatakan pemilik dan apoteker Bert’s Pharmacy, Prakash Patel.
“Akses ke apotek sangat, sangat penting karena siapa pun yang merasa sakit atau apa pun, ini (apotek) adalah perhentian pertama mereka. Tidak ada akses mudah ke kantor dokter. Anda perlu membuat janji. Jam kerja mereka sangat terbatas. Jadi kapan saja, anak-anak atau orang dewasa mana pun, siapa pun yang sakit, ke mana mereka akan pergi dulu? Ke toko obat tentunya,” tutur Patel, dilansir VOA, Sabtu (15/6).
Namun CVS, Walgreens, Rite Aid, dan banyak toko obat independen belakangan ini tutup setelah mengalami pertumbuhan yang signifikan sebelum pandemi.
Analisis oleh kantor berita Associated Press (AP) terhadap izin toko obat, data Dewan Nasional Program Obat Resep (National Council for Prescription Drug Programs/NCPDP), dan Survei Komunitas Amerika menunjukkan, lingkungan yang mayoritas penduduknya berkulit hitam dan keturunan Amerika Latin memiliki lebih sedikit toko obat per kapita dibandingkan dengan lingkungan mayoritas penduduk kulit putih.
“Saya melihat beberapa tahun yang lalu, toko obat itu banyak jumlahnya. Mereka bahkan buka 24 jam. Dan, tahukah Anda, mereka dulu mempekerjakan banyak apoteker, tapi sekarang mereka harus mengurangi jam kerja para apoteker itu,” kata Patel.
Patel mengatakan situasi ini memprihatinkan. Dengan berkurangnya jumlah toko obat secara signifikan, banyak warga sulit mendapat akses kesehatan.
Toko-toko obat, katanya, selama ini menjawab banyak kebutuhan masyarkat, termasuk dalam hal kesulitan bahasa.
Apoteker dan orang lain di belakang konter toko-toko obat sering kali terlihat seperti pelanggan mereka atau mungkin berbicara dalam bahasa yang dominan di lingkungan sekitar.
Setidaknya satu dari enam toko obat berjaringan menawarkan layanan dalam bahasa Spanyol, menurut analisis AP terhadap apotek di 49 negara bagian dan data NCPDP.
Di Bert’s Pharmacy, Patel juga memastikan hal itu.
“Kami harus memastikan memiliki staf yang bisa berbahasa Spanyol dan Inggris sepanjang waktu. Karena, Anda tahu, banyak orang, terkadang banyak lansia, hanya bisa berbahasa Spanyol. Jadi pada saat itu, kami ingin memastikan mereka memahami pembicaraan,” ujarnya.
Asosiasi Komunitas Apoteker Nasional (the National Community Pharmacist Association/NCPA), Februari lalu merilis pernyataan yang mengungkapkan, lebih dari 300 toko obat independen tutup di Amerika sepanjang 2023. Asosiasi itu juga mengungkapkan, sepanjang empat tahun terakhir, sudah sekitar 2.200 toko obat yang tutup di AS. (VOA Indonesia/far)