IPOL.ID – Pro kontra terjadi mengenai BPJS Kesehatan sebagai syarat membuat dan untuk memperpanjang Surat Ijin Mengemudi (SIM) diajukan calon pemohon. Untuk itu, diperlukan kajian dan jangan membuat keresahan di masyarakat.
Sebagian masyarakat menganggap suatu kebijakan itu tumpang tindih, lantaran sudah adanya asuransi kecelakaan dari Jasa Raharja dengan kewajiban membayar Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLAJ).
Hingga muncul pertanyaan apa benefit yang dapat dirasakan dari persyaratan BPJS aktif untuk membuat dan memperpanjang SIM?
Pemerhati Transportasi dan Hukum, Budiyanto mengatakan bahwa sesuai dengan Undang-Undang (UU) No 33 dan 34 Tahun 1964 tentang Dana Santunan Kecelakaan. Besarnya santunan dana di back up Jasa Raharja plafonnya terbatas, seperti misalnya biaya perawatan untuk angkutan darat sebesar Rp 20 juta.
“Sedangkan dalam perawatan orang yang sakit bisa melebihi plafon itu. Demikian kecelakaan tunggal kendaraan pribadi, korban tidak mendapatkan santunan Jasa Raharja karena dianggap kelalaian sendiri,” kata Budiyanto pada ipol.id di Jakarta Selatan, pada Senin (22/7/2024).
Dengan demikian, lanjut Budiyanto, korban kecelakaan yang perawatannya melebihi platfon, termasuk kecelakaan tunggal dapat dijamin dari BPJS dengan bukti Laporan Polisi (LP).
“Kita menengok apa dasar hukumnya tentang BPJS sebagai syarat membuat dan memperpanjang SIM. Pertama, Inpres No 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Program, Jaminan Sosial Kesehatan,” jelasnya.
Kemudian kedua, Perkap No 2 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Kapolri No 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Pembuatan SIM. Pelaksanaan BPJS sebagai syarat untuk membuat dan memperpanjang SIM mulai diuji coba tanggal 1 Juli 2024 sampai beberapa bulan ke depan.
Bahwa rencana Polri akan mensyaratkan BPJS untuk persyaratan membuat dan memperpanjang SIM dari prespektif hukum diperbolehkan.
“Tapi menurut hemat saya untuk memitigasi rencana itu, disamping harus ada proses uji coba, perlu ada kajian mendalam, jangan sampai menimbulkan keresahan di masyarakat luas,” imbuhnya.
Menurutnya, juga perlu ada ruang sosialisasi yang cukup tentang pemberlakuan persyaratan BPJS tersebut.
“Jadi sampaikan kepada masyarakat bahwa tujuan pemberlakuan itu ada nilai benefit juga, misalnya sebagai penjamin kedua apabila mengalami insiden/ kecelakaan”.
Plafon yang diberikan Jasa Raharja, diungkapnya, terbatas, misal biaya perawatan hanya ditanggung Rp 20 juta untuk kecelakaan transportasi darat dan Rp 25 juta untuk transportasi udara.
Kekurangan biaya perawatan yang dicover Jasa Raharja bisa diback up dari BPJS.
Termasuk beberapa korban kecelakaan yang tidak dicover BPJS, seperti kecelakaan tunggal kendaraan pribadi.
“Dengan demikian nilai benefit BPJS dapat digunakan sebagai penjamin kedua setelah Jasa Raharja, karena plafon terbatas dan sebagainya,” tutup Budiyanto. (Joesvicar Iqbal)