Terbunuhnya Ismail Haniyah tak pelak berpengaruh signifikan terhadap semakin memanasnya tensi politik militer Timur Tengah karena pada waktu bersamaan Israel yang diyakini Iran merupakan otak terbunuhnya Haniyah merasa tidak mengatuhi apa-apa dan tidak mau bertanggung jawab atas tewasnya pentolan politik Hamas tersebut. Demikian pula dengan Amerika Serikat, sekutu Israel yang mengaku tidak tahu menahu. Dampaknya, Iran semakin resisten, proksi-proksi Palestina juga semakin militan.
Mereka bertekad menyerang Israel yang kemudian direspon panas Israel dan AS yang merasa siap sedia menghadapi serangan Iran dan kelompok-kelompok militer pembenci Israel. Negeri Paman Sam pimpinan Joe Biden bahkan mengirimkan jet tempur F-22 lengkap dengan kapal selam dan kapal induknya ke Timur Tengah sebagai antisipasi terjadinya eskalasi konflik di Timur Tengah pascatewasnya Ismail Haniyah serta terbunuhnya komandan tinggi Hezbollah Fuad Shukr.
Dan saat ini masyarakat dunia tengah menanti bagaimana Iran, Hamas, Houthi, dan Hizbollah mewujudkan ancaman balasannya terhadap Israel serta bagaimana Israel memberi respon jika Iran dan proksi lainnya benar-benar menyerang total Israel? Menarik untuk dinanti. Namun, apa pun itu, ekses terbununya Ismail Haniyah ini kemudian sangat berdampak terhadap tersendetnya upaya perundingan menuju tercapainya gencatan senjata Hamas-Israel yang diharapkan adanya ikhtiar perundingan kemudian dapat meredakan ketegangan antara kedua pihak tersebut. Namun nyatanya, Hamas semakin meradang, Israel semakin semena-mena dan AS semakin berpihak pada Israel.