IPOL.ID – Warung kelontong dan toko kosmetik berada di gang permukiman warga menjadi kedok bagi pelaku penjualan obat-obatan terlarang di kawasan Ciracas, Jakarta Timur. Pelajar dan pengamen menjadi sasaran si penjual obat-obatan terlarang tersebut.
Meski beroperasi dengan modus warung kelontong dan toko kosmetik namun barang yang dijajakan para pelaku tidak main-main, bahkan mereka dapat menjajakan dalam jumlah banyak.
Kepala Satpol PP Kecamatan Ciracas, Sondang Sipayung mengungkapkan, berdasar hasil pengawasan dan penindakan satu toko saja dapat menjual ribuan butir obat-obatan terlarang.
“Rata-rata di atas 500 butir, bahkan tahun lalu pernah ada yang kita temukan sampai 2.000 butir (berbagi jenis obat-obatan terlarang),” ungkap Sondang dikonfirmasi awak media di Ciracas, Senin (12/8/2024).
Pada Mei 2024 lalu Satpol PP Kecamatan Ciracas bahkan telah memusnahkan sebanyak 8.285 butir obat-obatan terlarang, merupakan hasil penindakan dari delapan tempat usaha.
Obat-obatan yang dimusnahkan di antaranya, 439 butir alprazolam, 3.359 butir pil kuning, 3.392 butir tramadol, 808 butir trihexyphenidyl, 40 butir FG troches, 14 butir dumolid.
Kemudian 40 butir klona zepam, lima butir dexteem, lima butir ketoconanle, tujuh butir esligan, tiga butir metilfenidat, 93 butir amoxilin, 33 butir lorazepam, 14 butir diazepam, 33 butir fluozetine HCL.
Diperkirakan nilai obat-obatan terlarang yang dimusnahkan mencapai Rp80 juta, karena berdasar pengakuan penjual obat-obatan tersebut umumnya dijual seharga Rp10 ribu per butir.
“Pernah kita tanyakan, rata-rata harganya Rp10 ribu per butir. Tapi berbeda, tergantung jenis obatnya. Dijualnya kepada remaja tanggung, anak jalanan, pengamen jalanan,” jelas Sondang.
Namun setelah pemusnahan 8.285 butir tersebut, Satpol PP Kecamatan Ciracas menyatakan masih mendapati peredaran obat-obatan ilegal, sehingga pengawasan rutin terus dilakukan.
Iming-iming bahwa obat-obatan terlarang itu dapat memberikan efek penenang, dan dapat melupakan permasalahan hidup membuat banyak masyarakat menjadi korban peredaran.
Para pembeli mengkonsumsi obat-obatan terlarang tanpa mengetahui risiko, bahwa bila dikonsumsi tanpa adanya petunjuk medis maka dapat membahayakan kesehatan mereka.
“Obat yang paling sering kita temui pil kuning, kita enggak tahu nama (medisnya) apa. Tapi kata dokter sih memang ini obat yang membikin mabuk, bikin tenang, enggak sadar,” tukas Sondang.
Guna mencegah masyarakat terjerat mengonsumsi obat-obatan terlarang, jajaran Satpol PP Kecamatan Ciracas rutin melakukan pengawasan dan penindakan terhadap tempat usaha.
Bila mendapati laporan warga ada warung kelontong atau toko kosmetik yang diduga menjual obat-obatan terlarang misalnya, Satpol PP Kecamatan Ciracas bakal langsung melakukan pengecekan.
Satpol PP Kecamatan Ciracas juga kerap bekerjasama dengan Unit Pelayanan Pakam dan Retribusi Daerah (UPPRD) untuk mengecek tempat-tempat usaha yang tidak membayar pajak.
Koordinasi dengan UPPRD ini membantu pengawasan peredaran obat-obatan ilegal, karena dalam beberapa kasus ditemukan tempat usaha tidak membayar retribusi ternyata menjual obat terlarang.
“Biasanya setelah kita temukan dihitung berdasarkan klasifikasi obat. Tahun lalu sempat kita sita, terus sebelum dimusnahkan kita titip ke Sekcam. Karena beliau ada brankas,” tukas Sondang.
Temuan Satpol PP Kecamatan Ciracas bahwa pelaku penjualan obat-obatan ilegal menggunakan modus warung kelontong dan toko kosmetik serupa dengan yang terjadi di wilayah lain.
Pada Agustus 2023 lalu warga RT 04/RW 10 Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, pernah menggerebek satu toko kosmetik di Jalan Rawa Binong.
Dari hasil penggerebekan ditemukan 1.990 butir obat-obatan terlarang, di antaranya 300 butir Petro, 1.010 butir eksimer, 10 butir Tramadol, 329 butir Tritek, dua strip atau sebanyak 20 butir Dumolit.
Namun warga RT 04/RW 10 tidak mengetahui pasti terkait berapa harga obat daftar G yang dijajakan, karena setelah diamankan pegawai toko tersebut diserahkan ke aparat Polsek Cipayung.
“Kebanyakan (dijual ke) anak-anak muda, anak-anak sekolah. Usia sekolah yang rentan (menyalahkangunakan obat untuk berbuat) mengarah ke tawuran,” tutup Ketua RW 10, Munif. (Joesvicar Iqbal)