Dia juga menyoroti soal praktik pengukuran tanah yang seringkali berdasarkan pesanan pihak tertentu. Alhasil pengukuran tidak sesuai ketentuan. “Ini yang menimbulkan banyaknya mafia tanah beredar di Indonesia. Kenapa demikian? Ketika diperintah untuk mengukur, maka dia akan mengukur ‘atas pesanan si pemohon’ yang pengukuran tanah, maka ngukur yang belok bisa jadi lurus, yang lurus jadi belok, ini menjadi kendala,” tegasnya.
Selain itu, Junimart menyoroti masalah warkah atau dokumen tanah yang kerap digandakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, akibatnya pemilik sah tidak bisa mengajukan agunan di perbankan. Ia juga berharap STPN Yogyakarta di bawah naungan Kementerian ATR/BPN dapat menciptakan tenaga pengukur tanah yang lebih berkualitas untuk memperbaiki sistem pertanahan dan memerangi mafia tanah.
Junimart menekankan perlunya perhatian serius terhadap masalah itu untuk memastikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. “Nah itu contoh, supaya ke depan lebih hati-hati lagi. Dan memang banyak hal yang harus dibenahi,” katanya.