IPOL.ID – Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebut selama 10 tahun memimpin Indonesia, kinerja Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) dinilai berhasil. Dalam hasil analisis mendapatkan 3 rapor biru, 1 rapor merah, dan 3 netral.
Peneliti Senior LSI Denny JA, Ardian Sopa menerangkan, penilaian tersebut berdasarkan penilaian 6 indeks ditambah 1 indikator dunia. Dalam hal ini LSI Denny JA menjawabnya dengan empat prinsip. Pertama, penilaian harus berbasis riset dan data.
“Kedua, penilaian harus komprehensif, tak hanya satu bidang saja, tapi juga empat bidang lain yaitu ekonomi, politik, hukum dan sosial,” ungkap Ardian dalam konfrensi pers hasil temuan dan analisis survei nasional ’10 Tahun Jokowi, 2014-2024, Berhasil atau Gagal?’ di Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Ketiga, lanjut Ardian, dibandingkan tahun pertama Jokowi memerintah dan tahun terakhir (2014 versus 2024). Keempat, data digunakan hanya data diberikan lembaga internasional kredibel, mulai dari World Bank, Heritage Foundation hingga Transparancy Internasional.
“Hasil analisisnya 3 rapor biru, 1 rapor merah, dan 3 netral. Secara menyeluruh selama 10 tahun memerintah, Jokowi lebih banyak berhasil,” ujarnya.
Selama masa pemerintahan Jokowi dari 2014 hingga 2024, Indonesia mengalami berbagai perubahan, baik di bidang ekonomi, politik, maupun sosial.
Apakah Indonesia mengalami kemajuan atau kemunduran di bawah kepemimpinan Jokowi? Ardian menjelaskan, pihaknya menggunakan enam indeks dan satu indikator dunia kredibel, mengevaluasi berbagai aspek penting dari negara.
Indeks dan indikator dunia ini dibuat oleh lembaga kredibel seperti World Bank, The Heritage Foundation, Social Progress Imperative, Transperency International, hingga lembaga PBB (SDSN dan Gallup Poll). Dinilai juga komprehensif, meliputi ekonomi, politik, hukum dan sosial.
Dalam penilaiannya, biru untuk performa bagus, menaik. Menurutnya, karena tahun pertama dibandingkan tahun terakhir pemerintahan Jokowi (2014 versus 2024), dua indikator dalam indeks itu (score dan ranking) keduanya naik.
Lalu merah, untuk performa buruk, menurun. Tahun pertama dibanding tahun terakhir pemerintahan Jokowi (2014 versus 2024), dua indikator dalam indeks itu (score dan ranking) keduanya menurun.
Netral untuk performa biasa. Karena tahun pertama dibanding tahun terakhir pemerintahan Jokowi (2014 versus 2024), dua indikator dalam indeks itu (score dan ranking) hanya salah satu saja yang naik atau menurun, atau tetap.
Pada indikator Produk Domestik Bruto (PDB) oleh World Bank, indikator ini mengukur total nilai barang dan jasa dihasilkan suatu negara dalam satu tahun. Digunakan untuk menilai kualitas ekonomi suatu negara.
Diukur dalam dolar Amerika Serikat (AS), mencerminkan besar atau kecilnya ekonomi suatu negara. PDB dihitung akumulasi nilai tambah semua barang dan jasa diproduksi dalam periode waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Bank Dunia kali pertama mulai mengukur dan melaporkan PDB secara sistematis pada 1966. Ini bagian dari upaya global, dimulai setelah hasil dari konferensi internasional tentang pengukuran pendapatan nasional. Konferensi ini diselenggarakan oleh PBB Tahun 1953.
Standar PDB memungkinkan perbandingan internasional yang konsisten dalam ekonomi global. Pada 2024, Bank Dunia mengukur PDB untuk lebih dari 190 negara. Jumlah itu mencakup hampir semua negara diakui secara internasional.
Di 2014, PDB Indonesia sebesar US$ 890,81 miliar dan menempati peringkat 18 dunia. Lalu di 2023, PDB Indonesia meningkat menjadi US$ 1,37 triliun, naik ke peringkat 16 dunia.
Pertumbuhan ekonomi yang signifikan baik dalam nilai maupun peringkat, menunjukkan Indonesia berada di jalur positif secara ekonomi selama pemerintahan Jokowi.
“Ini mencerminkan pertumbuhan produktivitas di berbagai sektor, termasuk manufaktur dan jasa”.
Kedua, indeks kebebasan ekonomi oleh The Heritage Foundation, menilai kebebasan ekonomi suatu negara berdasar Rule of Law, Government Size (Spending, tax), Regulatory Efficiency, dan Open Market.
Cara mengukurnya dihitung dalam skala 0-100. Angka 100 sebagai skor maksimal kebebasan ekonomi, dengan tahun pertama diukur pada 1995 dengan jumlah 184 negara. Di 2014, skor kebebasan ekonomi Indonesia berada di score 58,5 dengan peringkat 100 di dunia, sedangkan 2024, skor Indonesia meningkat menjadi 63,5 dengan peringkat 53.
Peningkatan skor dan peringkat menunjukkan kebijakan ekonomi Indonesia di bawah 10 tahun pemerintahan Jokowi, semakin membuka diri terhadap kebebasan pasar dan investasi.
Pada rapor biru ketiga, ada peningkatan mencerminkan perbaikan dalam kesejahteraan sosial, akses pendidikan, dan peluang ekonomi bagi masyarakat.
Empat, indeks Demokrasi oleh Economist Intelligence Unit, indeks ini mengukur kualitas demokrasi dalam lima dimensi, antara lain, proses pemilu, kebebasan sipil, pemerintahan, partisipasi politik, dan budaya politik.
Dari 167 negara, di 2014 skor demokrasi Indonesia adalah 6,95, menempati peringkat 49. Pada 2023, skor Indonesia turun menjadi 6,53, dengan peringkat 56.
Namun demikian, Jokowi juga mendapatkan satu rapor merah, penurunan skor dan peringkat ini mengindikasikan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia mengalami tantangan selama pemerintahan Jokowi, khususnya dalam kebebasan sipil dan partisipasi politik.
Kelima, indeks Persepsi Korupsi oleh Transparency International, indeks yang mengukur persepsi masyarakat dan pakar tentang tingkat korupsi di sektor publik. Dari 180 negara, di 2014, skor persepsi korupsi Indonesia adalah 34, dengan peringkat 107. Di 2023, skor tetap di 34, namun peringkatnya turun jadi 115.
Sedangkan rapor yang netral menunjukkan skor tidak berubah, namun penurunan peringkat menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi perlu diperkuat.
Enam, indeks kebebasan pers oleh Reporters Without Borders, indeks ini mengukur kebebasan pers, akses informasi, dan perlindungan bagi jurnalis. Diukur dari skor 0-100 berdasarkan faktor pluralitas, independensi, lingkungan legislasi, dan keamanan jurnalis.
Di 2014, skor kebebasan pers Indonesia adalah 61,85, dengan peringkat 132. Lalu di 2024, skornya menurun menjadi 51,15, namun peringkat naik ke 111.
Penurunan skor menunjukkan beberapa tantangan dalam kebebasan pers, meski peringkatnya naik menunjukkan ada sedikit perbaikan dalam konteks internasional.
Terakhir indeks kebahagiaan oleh SDSN dan Gallup Poll, mengukur soal kesejahteraan dan kebahagiaan penduduk berdasar berbagai indikator sosial dan ekonomi, seperti harapan hidup, dukungan sosial, kebebasan, dan tingkat pendapatan.
Pada 2013, skor kebahagiaan Indonesia adalah 5348, dengan peringkat 76. Tahun 2024, skor meningkat menjadi 5568, namun peringkat turun ke peringkat 80.
Meski ada peningkatan skor kebahagiaan, penurunan peringkat menunjukkan bahwa negara-negara lain lebih cepat dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya.
Sehingga, Ardian menyimpulkan, selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi, berdasar tujuh indeks dunia di atas, hasilnya bisa disimpulkan Jokowi berhasil.
Adanya 3 rapor biru, 3 rapor netral dan 1 rapor merah, Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam beberapa aspek, terutama dalam hal PDB, kebebasan ekonomi, dan kemajuan sosial melalui Social Progress Index.
Meski ada tantangan, seperti penurunan dalam indeks demokrasi, secara keseluruhan, Indonesia berada di jalur tepat dalam banyak aspek pembangunan.
Masa kepemimpinan Jokowi bisa dinilai berhasil secara keseluruhan, terutama dalam menciptakan fondasi kuat untuk pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial di masa depan.
Menurut Ardian, jika hanya dinilai dari satu sudut saja, misalnya, indeks demokrasi, memang rapor Jokowi merah. Jika hanya dinilai dari satu sisi lain, produk domestik bruto, rapor Jokowi biru. Jika hanya satu sisi lain ingin dinilai, misalnya, indeks korupsi, rapor Jokowi netral.
Tapi penilaian yang komprehensif, meliputi bidang ekonomi, politik, hukum dan sosial, berbasiskan data, dari indeks dan indikator lembaga internasional kredibel, 10 Tahun Jokowi, dengan 3 rapor biru, 1 rapor merah, dan 3 rapor netral, bisa diklaim 10 tahun Jokowi di 2014-2024, berhasil.
“Penilaian itu sah. Valid, akurat, berimbang berdasar riset serta data,” tutup Ardian. (Joesvicar Iqbal/msb)