Sejarah mencatat peristiwa itu mengakibatkan lebih dari 227 ribu orang meninggal, lebih dari 45 ribu orang dinyatakan hilang, dan puluhan ribu orang lainnya luka-luka.
Sejumlah ilmuwan menilai terbatasnya akses informasi kebencanaan, dan belum adanya sistem pendeteksi gempa dan tsunami yang memadai turut mempengaruhi besarnya dampak yang ditimbulkan kala itu.
Merespons kondisi tersebut, ia mengatakan bahwa sejarah bencana masa lalu itu telah mendorong Indonesia terus berupaya menyempurnakan kecanggihan teknologi dan memadukannya dengan kearifan lokal masyarakat untuk memitigasi risiko bencana.
Adapun teknologi yang dimaksud berupa sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) berbasis sensor, dan Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang pengendaliannya dilakukan oleh BNPB bersama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Kita perlu memastikan jika tragedi tersebut terjadi lagi kita siap dan tangguh menghadapinya, dan juga mampu membangun masa depan yang lebih aman,” ujarnya.