Titi menilai pelaksanaan pilkada ulang di 2029, jika daerah dengan kotak kosong menang merupakan kebijakan tidak masuk akal. Titi berharap KPU dapat mempertimbangkan kembali penjadwalan Pilkada ulang bagi daerah yang dimenangkan oleh kotak kosong.
“Lagi pula logika saja, Pilkada hendak mengisi jabatan definitif, untuk apa pilih KPU memilih jadwal yang akan membuat kosong kepemimpinan definitif di suatu daerah sampai dengan 5 tahun. Kebijakan yang tidak masuk akal,” ungkap dia.
Ia menyampaikan jika daerah dipimpin oleh penjabat selama lima tahun merupakan tindakan yang bertentangan dengan demokrasi. Selain itu, kata dia, hal tersebut juga akan memicu kekhawatiran di masyarakat.
“Pilihan menunda pilkada selama lima tahun adalah pilihan yang tidak masuk akal dan merupakan tindakan diskriminatif bagi pemilih di daerah tersebut,” tuturnya.
“Kebijakan itu bisa dimaknai secara pragmatis oleh pemilih untuk memilih calon tunggal saja daripada daerah dipimpin Penjabat selama lima tahun. Hal itu akan sangat merugikan hak pilih warga dan sangat bertentangan dengan semangat Pilkada langsung dan konsep kedaulatan rakyat,” imbuh dia. (*)