IPOL.ID – Heboh soal munculnya aplikasi Temu asal China yang disebut-sebut mengancam UMKM Indonesia menjadi trending topic karena dampaknya bahkan disebut lebih seram dari kehadiran TikTok Shop. Aplikasi marketplace bernama Temu dari China ini dampaknya akan sangat mematikan bagi UMKM lantaran pabrik dari China bisa bertransaksi langsung dengan konsumen.
Menghadapi hal ini, langkah kewaspadaan dan pencegahan pun dilakukan pemerintah demi melindungi pelaku usaha, khususnya UMKM di dalam negeri. Di Amerika, dikabarkan Temu ini mengalahkan Amazon.
Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan bersinergi Bersama pemangku kebijakan terkait lainnya mengeluarkan kebijakan mencegah lokapasar atau marketplace Temu dari China masuk ke Indonesia.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menegaskan, melarang platform perdagangan Temu yang berasal dari China untuk masuk ke Indonesia guna melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri. “Kita tetap larang. Hancur UMKM kita kalau dibiarkan,” ujar Budi Arie di Jakarta, Selasa (1/10/24).
Budi Arie mengatakan Temu tidak bisa masuk ke pasar Indonesia karena dapat merusak ekosistem UMKM. Menurut dia, ruang digital seharusnya menjadi sarana bagi pelaku usaha lokal untuk memperoleh keuntungan. Hadirnya Temu dinilai bisa menimbulkan kerugian bagi UMKM.
“Kita enggak akan kasih kesempatan, masyarakat rugi. Kan kita mau jadi ruang digital itu untuk membuat masyarakat produktif dan lebih untung, kalau membuat masyarakat rugi buat apa,” ujar dia.
Temu adalah platform global cross-border yang berasal dari China. Aplikasi tersebut menggunakan metode penjualan Factory to Consumer (penjualan langsung dari pabrik ke konsumen). Metode tersebut dinilai bisa berdampak buruk pada UMKM dan lapangan pekerjaan di Indonesia. Saat ini Temu telah penetrasi ke 58 negara.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengingatkan bahwa dengan hadirnya aplikasi asing seperti Temu dapat mengancam keberadaan UMKM lokal karena Indonesia hanya akan semakin menjadi pasar bagi barang-barang impor.
Kementerian Koperasi dan UKM melalui staf khususnya Fiki Satari juga tegas menolak masuknya Temu ke Indonesia. Menurutnya, aplikasi tersebut harus sesuai dengan regulasi yang ada.
“Harus ditolak. Jadi sebenarnya secara regulasi ini sulit untuk beroperasi. Ada PP nomor 29/2002 tentang Larangan Penggabungan KBLI 47, bisa juga yang kita revisi Permendag nomor 31/2023, Pengawasan Pelaku Usaha Sistem Elektronik, ada cross border langsung jadi tidak boleh,” ucap Fiki.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, nilai ekonomi digital UMKM dapat mencapai Rp4.531 triliun pada 2030, mengingat potensi peningkatan akses pasar yang lebih luas dalam ekosistem digital.
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki pun menyampaikan kekhawatirannya akan masuknya aplikasi lokapasar baru tersebut, yang dikatakan dapat menghubungkan langsung antara pabrik di China langsung ke konsumen Indonesia.
“Ini yang saya khawatir, ada satu lagi aplikasi digital cross-border yang saya kira akan masuk ke kita, dan lebih dahsyat daripada TikTok, karena ini menghubungkan factory direct kepada konsumen,” ujar Teten di Jakarta, Senin (30/9/24).
Teten menyebutkan aplikasi bernama Temu ini berasal dari China dan sudah masuk ke 58 negara. Menurutnya, aplikasi tersebut terhubung dengan 80 pabrik di China dan produknya bisa langsung diterima oleh seluruh konsumen di dunia. Selain itu, Temu dianggap lebih berbahaya dari TikTok Shop lantaran aplikasi tersebut tidak memiliki reseller dan afiliator. (*)