Meski begitu, ia tidak menampik ada masyarakat lokal yang terpaksa menerima ganti rugi dari pemerintah untuk kemudian menyerahkan lahannya untuk pembangunan IKN. Menurutnya, mayoritas masyarakat lokal yang menerima ganti rugi bukanlah masyarakat adat yang sudah secara turun menurun tinggal di sana. Sehingga, begitu mereka menerima uang ganti rugi, katanya, mereka kembali ke tempat mereka menetap selama ini.
Menurut Saidunyi, penolakan sejumlah masyarakat adat untuk menyerahkan lahan disebabkan karena mereka tidak tahu harus pergi kemana, dan pihak Otorita IKN juga tidak menyediakan lahan untuk relokasi..
“Kami dalam konteks organisasi masyarakat adat juga melihat tidak bisa untuk mengintervensi masyarakat adat yang memilih untuk pergi, menyerahkan tanahnya. Ada beberapa masyarakat adat yang meminta bantuan kami untuk melakukan advokasi untuk mempertahankan tanah mreka. Dalam konteks luas, memang masyarakat yang bermigrasi mereka lebih setuju untuk dibayar, sulit juga kita melakukan upaya karena banyak masyarakat memilih untuk itu, tetapi selama masyarakat masih bertahan, misalnya di Sepaku, di Pemaluan, kita berikan dukungan, beri bantuan advokasi agar hak-hak mereka bisa dipertahankan serta diselesaikan oleh Otorita IKN,” jelasnya.