Selain itu, China juga didukung dengan teknologi dan inovasi yang mumpuni, serta kualitas SDM yang lebih baik, sehingga produktivitasnya terjaga dengan baik. Walhasil, biaya bisa ditekan, dan produk dapat ditawarkan dengan harga lebih rendah.
“Jadi kita melihat, produk-produk manufaktur kita perlu ditingkatkan kualitasnya, lalu peningkatan investasi dan produktivitas dari sektor manufaktur kita karena itu sebenarnya kata kuncinya, selain bicara logistic cost, labor cost tapi juga kita bicara investment. Kalau kita bicara tekstil garmen, mesin-mesin kita dikatakan sudah usang dan itu menjadi salah satu faktor yang membuat produk-produk kita menjadi tidak kompetitif sehingga kalah pasarnya dengan produk-produk tekstil misalnya dari Bangladesh, India ataupun China,” ungkap Josua ketika berbincang dengan VOA.
Ekonom Indef Nailul Huda mengatakan, banjirnya produk impor murah dari China tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang justru mempermudah barang-barang itu masuk ke tanah air.
“Ini ada kaitannya dengan Permendag no.8 tahun 2024. Pada saat itu ketika barang di China terjadi oversupply, kita malah memberikan kemudahan, karena Permendag itu memberikan kemudahan untuk impor yang pada akhirnya itu ditentang oleh industri habis-habisan. Jadi kita seolah memberikan karpet merah terhadap produk impor tersebut,” ungkap Nailul.