IPOL.ID – Komitmen dalam upaya pemberantasan korupsi yang digaungkan pemerintahan Prabowo diragukan sebagian kalangan. Adalah Indonesia Corruption Watch (ICW) yang melontarkan keraguan terhadap komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi di tanah air.
Menurut Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW Tibiko Zabar Pradano, pernyataan tersebut sekadar jargon belaka, karena Prabowo membangun kabinet gemuk yang bertolak belakang dengan semangat antikorupsi.
“ICW meragukan komitmen antikorupsi itu, terlebih penunjukan menteri dan wakil menteri terlihat lebih mengedepankan aspek politik akomodatif,” ujarnya dalam keterangan tertulis Sabtu (26/10/2024).
Biko menilai pembentukan kabinet gemuk itu merupakan wujud politik bagi-bagi kue kepada partai politik dan pendukung Prabowo-Gibran.
Selain itu, dia mengatakan kabinet gemuk Prabowo yang tidak didasari kompentensi membawa konsekuensi birokrasi dan anggaran.
“Padahal, pemerintah perlu mengelola anggaran negara dengan lebih efektif dan efisien serta minim ongkos birokrasi,” ujarnya.
ICW juga menilai pemilihan menteri dan wakil menteri mengabaikan integritas dan catatan hukum, terutama terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi.
“Berdasarkan penelusuran ICW, terdapat sejumlah anggota kabinet dengan rekam jejak pernah diperiksa, bahkan disebut-sebut menerima uang korupsi dalam fakta persidangan,” kata dia.
Biko menilai kabinet didominasi politik transaksional dan berbagi jabatan wajar terjadi karena koalisi gemuk. Akan tetapi, Biko melihat Prabowo tidak menimbang syarat kapabilitas para pembantunya.
Kemudian, Biko juga menduga Prabowo bakal rentan tersandera kepentingan bisnis lantaran para menterinya banyak berlatarbelakang sebagai pengusaha.
“Pemilihan menteri harus menimbang indikator atau prasyarat lain, yakni kapasitas, integritas, dan bebas dari kepentingan politik,” paparnya.
Biko menambahkan, seharusnya presiden tidak menempatkan figur yang terafiliasi dengan partai politik terutama pada sektor hukum agar pemberantasan korupsi berjalan imparsial.
“Jika tidak, Presiden seharusnya meminta menteri dan wakil menterinya untuk undur diri dari posisi pimpinan di partai politik,” pungkasnya. (Sofian Ismanto)