Oleh: Moh. Zahirul Alim,
Pemerhati sosial politik dan pendidikan
IPOL.ID – Akhirnya, benar-benar terjadi. Sungguh-sungguh nyata adanya. Israel pada 25 Oktober 2024 malam hari hingga 26 Oktober 2024 dini hari memenuhi ambisi balas dendamnya dengan menyerang Iran yang sebelumnya telah menyerang Israel dengan rudal balistik sebanyak dua kali (periode 14 April dan 1 Oktober 2024). Serangan udara Israel yang meluncurkan 80 proyektil ke arah Iran ini menarget objek-objek strategis seperti situs atau pangkalan militer dan pabrik rudal Iran yang berada di dekat ibu kota Teheran dan Iran Barat.
Menurut data, serangan udara Israel dengan menggunakan rudal balistik tersebut menghantam kompleks militer Parchin yang luas di dekat Teheran, merusak tiga bangunan, termasuk dua bangunan yang menjadi tempat penyimpanan bahan bakar untuk mesin rudal balistik (Reuters, 27 Oktober 2024). Selain itu, serangan Israel dilaporkan telah menewaskan sedikitnya empat tentara Iran (The Jakarta Post, 27 Oktober 2024).
Setelah berhasil melancarkan serangan balasan atas serangan misil balistik Iran sebelumnya, Israel mengumumkan secara resmi bahwa serangannya terhadap Iran telah selesai. Bagi Israel, serangannya terhadap Iran ini tak ubahnya sebagai latihan pertahanan diri di mana serangan Israel hanya menarget objek-objek militer bukan area padat penduduk yang sangat kontras dengan aksi serangan Iran terhadap Israel yang menarget kota padat penduduk Israel.
Merespon aksi serangan balasan Israel, otoritas Iran menyampaikan bahwa Iran mengutuk serangan Israel dan Iran merasa berhak serta berkewajiban untuk mempertahankan diri. Meski begitu, Iran menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab atas perdamaian dan keamanan kawasan Timur Tengah. Artinya, Iran menyadari risiko terjadinya eskalasi lebih lanjut jika Iran merespon serangan Israel. Namun demikian, segala kemungkinan masih mungkin terjadi.
Para pemimpin dunia seperti Presiden Amerika Serikat, PM Inggris, Kanselir Jerman berharap Iran tidak merespon serangan balasan Israel sehingga eskalasi konflik tidak sampai terjadi di kawasan Timur Tengah. Pertanyaannya, bagaimana jika kemudian Iran mengambil opsi nekat dengan melakukan serangan balasan yang lebih dahsyat terhadap Israel? Jawabannya, besar kemungkinan kawasan Timur Tengah akan terjebak perang skala penuh sebagaimana diprediksi oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.
Israel dengan gamblang telah memperingatkan bahwa jika Iran membalas serangan Israel tersebut, maka Iran akan membayar mahal akibatnya. Maknanya, Israel akan lebih galak terhadap Iran. Israel akan membalas Iran dengan lebih menyakitkan. Jika kemungkinan buruk ini terjadi, maka menurut hemat penulis, baik Iran dan Israel akan terlibat pertempuran habis-habisan yang dampaknya akan sangat buruk bagi stabilitas dan masa depan kawasan Timur Tengah.
Hal ini belum mempertimbangkan peluang ikut campurnya proksi dan aliansi dari Iran dan Israel jika keduanya terlibat perang skala penuh. Jika semua para aliansi terlibat maka dapat diprediksi kawasan Timur Tengah akan sangat pelik. Akan banyak situs, bangunan, fasilitas publik dan militer yang kemungkinan hancur akibat perang. Pun demikian dengan jiwa-jiwa manusia baik sipil dan militer akan banyak yang berjatuhan. Peran di Gaza dan terkini Lebanon adalah bukti nyata dari dampak buruk dari terjadinya eskalasi perang.
Sekarang segalanya ada pada Iran, apakah akan merespon serangan Israel dengan menyerang negara Zionis tersebut sebagai wujud dari upaya mempertahankan diri? Atau Iran lebih memilih untuk diam saja, pasif, dan menerima saja serangan Israel demi terjaganya stabilitas kawasan? Penulis berharap, opsi diplomasi dan jalur perundingan yang dapat memenangkan semua pihak dapat menjadi pilihan bijak bagi masing-masing pihak yang berkonflik. Dengan demikian, kawasan Timur Tengah tidak sampai jatuh ke dalam lembah kehancuran dan kebinasaan. Semoga! (tim)