“Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi PKR Gaharu untuk melakukan riset lebih lanjut,” tambahnya.
Ketua Periset Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (SITH-ITB), Ahmad Faizal, menambahkan, budi daya gaharu saat ini dilakukan sebagai solusi agar produksi tidak lagi bergantung pada ketersediaan gaharu di alam.
“Ketersediaan gaharu di alam semakin berkurang. Beberapa ekspedisi menunjukkan bahwa gaharu sudah jarang ditemukan di alam, meskipun mungkin masih ada di hutan pedalaman,” ungkap Faizal.
Faizal menyebutkan pembentukan gaharu secara umum merupakan respons karena diinduksi oleh sinyal yang berupa pelukaan maupun mikroba.
Ketika pohon penghasil gaharu mengalami pelukaan, sinyal kerusakan diinduksi dan ditransmisikan, mengaktifkan respons pertahanan. Setelah itu, senyawa-senyawa defensif seperti seskuiterpen dan turunan kromon diproduksi.
“Gaharu akan membentuk sebuah warna gelap, kemudian ketika dibakar menciptakan aroma dari hasil pembakaran tersebut,” ungkapnya.