IPOL.ID – Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah, sebelum terbunuh dalam serangan udara Israel di Beirut, menyetujui gencatan senjata dengan Israel.
Hal itu Menteri Luar Negeri Libanon Abdallah Bou Habib sampaikan kepada CNN.
“Ia setuju. Ya, pihak Libanon setuju. Kami berkonsultasi dengan Hizbullah, (Ketua Parlemen Lebanon Nabih) Berri berkonsultasi dengan Hizbullah, dan kami memberi tahu perwakilan AS dan Prancis (tentang keputusan itu),” kata Bou Habib, mengutip TASS, Kamis (3/10/2024).
Pada tanggal 17 dan 18 September, sejumlah ledakan perangkat komunikasi dan gawai elektronik lainnya melanda Libanon. Ini memicu gelombang eskalasi baru antara Israel dan Hizbullah.
Kelompok Libanon menyalahkan Israel atas insiden tersebut. Pada 23 September, Israel memulai operasi militer dengan nama sandi Northern Arrows terhadap Hizbullah di Libanon, melakukan serangan luas di lokasi militer kelompok tersebut.
Tujuan yang dinyatakan adalah untuk menciptakan lingkungan yang aman di daerah dekat perbatasan utara Israel, sehingga puluhan ribu orang dapat kembali ke rumah mereka.
Pada tanggal 26 September, Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, dan Qatar menyerukan gencatan senjata segera selama 21 hari di perbatasan Israel-Libanon.
The New York Times kemudian melaporkan, mengutip para pejabat, bahwa usulan gencatan senjata dapat diadopsi dalam beberapa jam mendatang.
Dalam serangan pada 27 September, Israel menyingkirkan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah di Beirut. Pada malam hari tanggal 1 Oktober, Israel mengumumkan dimulainya operasi darat di daerah perbatasan Lebanon selatan. (ahmad)