3. Tuduhan Tidak Berdasarkan pada Standar Etik yang Jelas
Beberapa pakar hukum lainnya juga menilai bahwa tuduhan terhadap Firli Bahuri, yang berhubungan dengan dugaan pelanggaran etik, tidak dapat dibuktikan dengan jelas. Dalam dunia hukum, tuduhan etik harus didasarkan pada pedoman yang jelas dan objektif, dan dalam hal ini, banyak pihak yang meragukan bahwa proses etik yang dijalani Firli Bahuri sudah sesuai dengan prinsip keadilan yang semestinya.
“Berdasarkan pedoman etik yang ada, Firli tidak seharusnya dikenakan sanksi jika tidak ada pelanggaran yang terang benderang. Harus ada bukti yang cukup dan jelas untuk dapat menjatuhkan hukuman etik, bukan hanya berdasarkan asumsi atau prasangka semata,” kata Achmad Fitrian, seorang pakar hukum dari Universitas Jayabaya
4. Pentingnya Kepastian Hukum dan Kepercayaan Publik
Kepastian hukum dan keadilan merupakan dua hal yang tak bisa ditawar dalam negara hukum. Jika proses hukum terhadap Firli Bahuri terus berlanjut tanpa dasar hukum yang jelas dan bukti yang kuat, hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga negara, terutama KPK yang memiliki tugas mulia dalam pemberantasan korupsi.
“Proses hukum yang transparan dan adil adalah hal yang utama. Jika ada ketidakjelasan dalam proses hukum ini, akan berdampak buruk pada citra KPK dan institusi hukum secara umum,” tambah Yusril Ihza Mahendra.
Kesimpulan
Berdasarkan pendapat sejumlah pakar hukum, seperti Yusril Ihza Mahendra dan Romli Sasmita, Firli Bahuri seharusnya dibebaskan dari segala tuduhan yang ada jika tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahannya. Proses hukum harus berjalan dengan prinsip keadilan yang murni, bebas dari pengaruh politik, dan berdasarkan bukti yang sah. Oleh karena itu, pembebasan Firli Bahuri merupakan langkah yang tepat untuk menjaga keadilan dan integritas sistem hukum di Indonesia.