“Yang sekarang populer di masyarakat termasuk mahasiswa adalah Buy Now Pay Later. BNPL itu mirip kartu kredit tapi ini pakai HP itu masalahnya. Pakai HP dibeli sekarang bayar nanti gitu. Malah sampai lupa bayar. Bayar nanti-nanti aja gitu. Akibatnya malah jadi catatan kredit bermasalah dan masuk catatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK),” katanya.
Menurutnya, SLIK adalah database yang menunjukkan catatan pinjaman masyarakat di sektor keuangan. Sehingga, jika masyarakat tidak membayar pinjamannya akan masuk dalam catatan dan tidak bisa lagi meminjam di bank atau perusahaan pembiayaan lain.
Agusman mengatakan maraknya BNPL bukan saja terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai belahan dunia lainnya sejalan dengan perkembangan teknologi atau digitalisasi sehingga pinjaman bisa dilakukan dengan sangat mudah melalui HP. Dikatakannya nilai pinjaman BNPL terbesar berasal dari perbankan sekitar Rp 18 triliun, sementara di perusahaan pembiayaan sekitar Rp 8 triliun.
Turut hadir Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof. Dr. H. Ahmad Alim Bachri dan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno.