“Itu masyarakat enggak aware. Kemudian, ketika sudah ada jalur evakuasinya tapi tempat evakuasinya tidak disiapkan dengan baik. Misalnya, kita melihat banyak sekali fasilitas escape building tidak terawat dan bangunannya juga sudah banyak yang rusak. Kita melihat peran pemerintah dan masyarakat belum terlalu aware betapa pentingnya bangunan-bangunan seperti escape building untuk melakukan mitigasi bencana,” jelas Raihan.
Dua dekade pasca-tsunami Aceh, masyarakat Aceh diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan tentang mitigasi kebencanaan khususnya gempa bumi dan tsunami.
“Seharusnya kita bisa belajar lebih banyak tentang bagaimana melakukan mitigasi karena sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman. Harapannya pengetahuan dan pemahaman dapat kita bagi serta semakin menguatkan masyarakat Aceh pada umumnya,” ucap Raihan.
Minim Anggaran
Peneliti mitigasi bencana dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Rina Suryani Oktari, menjelaskan Provinsi Aceh telah memiliki Peraturan Gubernur No 43 Tahun 2010 tentang Sistem Peringatan Dini Tsunami. Namun faktanya peraturan itu sulit diimplementasikan berkaca dari peristiwa gempa bumi yang mengguncang wilayah Aceh pada April 2012.