Kedua, kandidat yang bertarung dianggap kurang pesona. Terutama di Jakarta dan Sumut. Kandidat yang lebih favorit di daerah, misalnya Anies Rasyid Baswedan dan Ahok yang memiliki elektabilitas tinggi di Jakarta, terhambat maju secara politik.
Menurutnya, kalau head to head masuk pada dua putaran di Pilkada Jakarta 2024, akan banyak sentimen negatif yang sama pada masing-masing calon. Kecenderungan golput bakal makin tinggi karena orang tak ada pilihan lain selain memilih satu dari dua calon itu. Orang cenderung lebih tidak datang ke TPS, dibanding harus memilih dua calon yang ada.
“PR besar buat dua kandidat untuk memenangkan jika terjadi dua putaran. Nanti lihat seberapa besar pertarungannya,” kata Adjie.
Ketiga, semakin tak yakin seberapa besar kepala daerah bisa mengubah hidup mereka. Semakin ada keyakinan keputusan penting berdampak dalam hidup mereka lebih ditentukan pemerintah pusat.
Terakhir keempat, bertambahnya apatisme politik. Isu polarisasi politik, korupsi di pemerintahan, kemewahan hidup sebagian pejabat negara, membuat apatisme politik meninggi.