IPOL.ID – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan keheranannya atas vonis 6,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada pengusaha Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun.
Melalui akun Twitternya Mahfud menyebut vonis tersebut tak logis dan menyentak rasa keadilan.
Dia menyoroti perbedaan signifikan antara tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 12 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar dan uang pengganti Rp210 miliar, dengan putusan hakim yang hanya separuhnya. “
“Tak logis, menyentak rasa keadilan. Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU Rp 300T,” cuit Mahfud di akun X @mohmahfudmd, Kamis (26/12).
“Duh Gusti, bagaimana ini?” lanjutnya.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Senin (23/12) menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada suami aktris Sandra Dewi tersebut.
Vonis ini juga disertai denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti Rp210 miliar yang harus dilunasi dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Majelis hakim yang diketuai oleh Eko Aryanto menyatakan Harvey terbukti bersalah melakukan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015-2022 serta terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Namun, putusan tersebut dinilai jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa. Ketua majelis hakim Eko Aryanto dalam persidangan menjelaskan bahwa tuntutan 12 tahun penjara dianggap terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa.
Lebih lanjut, hakim juga menyebutkan bahwa PT Timah Tbk dan PT Refined Bangka Tin (RBT), perusahaan yang terafiliasi dengan Harvey Moeis, tidak melakukan penambangan ilegal karena memiliki IUP dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Selain itu, faktor-faktor yang meringankan, seperti sikap sopan Harvey selama persidangan dan tanggung jawabnya terhadap keluarga. Harvey juga tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya. (far)