“Anggaran tersebut belum termasuk biaya tambahan untuk pemungutan suara ulang (PSU) di 287 TPS yang tersebar di 20 provinsi. Belum lagi biaya pilkada ulang akibat kemenangan kotak kosong di Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang, yang dijadwalkan pada 27 Agustus 2025,” jelas legislator asal Papua itu.
Indrajaya juga menyoroti kemungkinan yang lebih parah jika Pilpres 2024 berlangsung dua putaran. “Beruntung Pilpres 2024 selesai dalam satu putaran. Jika sampai dua putaran, negara harus mengalokasikan tambahan anggaran sebesar Rp38,2 triliun,” ujarnya.
Ia mencatat tren kenaikan biaya pemilu dari masa ke masa, mulai dari Rp13,5 triliun pada Pemilu 2004, Rp47,9 triliun pada Pemilu 2009, Rp21,7 triliun pada Pemilu 2014, Rp24,8 triliun pada Pemilu 2019, hingga Rp71,3 triliun pada Pemilu 2024.
“Situasi ini menjadi alasan kuat bagi PKB untuk mendorong BPK melakukan audit menyeluruh terhadap dana pemilu agar transparansi dan akuntabilitas terjamin,” tegasnya.
Indrajaya berharap pemerintah lebih serius dalam mengevaluasi sistem politik untuk menciptakan pemilu yang hemat dan efektif.