IPOL.ID – Komisi III DPR RI menyoroti lambatnya penanganan kasus anak bos toko roti di kawasan Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, yang menganiaya pegawainya sampai luka memar dan kepala bocor berdarah.
Karena setelah korban Dwi Ayu Darmawati (19), melaporkan kasus pada 18 Oktober 2024 ke Polres Metro Jakarta Timur, baru di 16 Desember 2024 pelaku George Sugama Halim dijadikan tersangka.
Anggota Komisi III DPR RI, Rikwanto menegaskan, lambatnya penanganan kasus menimbulkan pertanyaan di masyarakat terkait bagaimana Polri dalam menangani laporan.
Menurut Rikwanto yang merupakan Purnawirawan anggota Polri dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua, penanganan laporan korban Dwi sebenarnya tidak membutuhkan waktu lama.
“Saya berpikir sebagai anggota Polri dahulu, kalau kita fokus kejadian itu langsung ditangani tiga hari sampai satu minggu itu selesai itu,” tutur Rikwanto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI, Selasa (17/12/2024).
Dalam pandangannya kasus penganiayaan dialami Dwi merupakan tindak penganiayaan nyata dan terbuka, hanya persoalan kecepatan Polres Metro Jakarta Timur dalam menangani kasus.
Korban pun sejak awal kasus sudah melaporkan kasus ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polres Metro Jakarta Timur, membuat Visum et Repertum di RS Polri Kramat Jati.
Kemudian terdapat barang bukti berupa baju terdapat ceceran darah korban, dan terdapat bukti video amatir yang merekam jelas ketika George menganiaya Dwi hingga mengalami luka lebam, memar dan bocor kepala.
Lebih lanjut, hal itu membuat dia terheran saat Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly memberikan penjelasan terkait alur penanganan dari tahap penyelidikan, penyidikan, hingga penangkapan.
“Saya tadi lihat penyelidikannya hampir satu bulan, penangkapan hampir satu bulan juga, itu pun setelah viral. Ini juga menjadi catatan seharusnya itu bisa lebih cepat lagi ya,” tegas Rikwanto.
Rikwanto yang pernah menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan dan Kapolda Maluku Utara menegaskan bahwa lambatnya penanganan ini membuat masyarakat mempertanyakan kasus.
Sehingga akhirnya kasus timbul jargon di masyarakat ‘no viral no justice’ terkait penanganan kasus penganiayaan dialami Dwi yang ditangani Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur.
Padahal Polri dan Polres Metro Jakarta Timur yang menjadi bagian di dalamnya diberikan kewenangan dan mendapat anggaran dari negara untuk menangani kasus tindak pidana.
“Pelajaran bagi kepolisian di tempat lain. Apapun kasusnya, siapapun pelapornya sama di muka hukum. Polri dibiayai negara, dikasih kewenangan, perlengkapan penegakan hukum,” jelasnya.
Terlepas lambatnya kasus, sambung Rikwanto, mengapresiasi kinerja Polres Metro Jakarta Timur yang sudah menetapkan George sebagai tersangka, dan melakukan penahanan.
Namun dalam proses hukum dia mengingatkan agar Polres Metro Jakarta Timur tidak termakan isu George Sugama Halim melakukan penganiayaan karena mengalami gangguan psikologis.
Sebagai aparat penegak hukum, jajaran Polres Metro Jakarta Timur perlu mendapatkan bukti medis kuat untuk memastikan apa George benar mengidap gangguan psikologis atau tidak.
“Jangan diterima mentah-mentah, observasi dulu kalau perlu. Di tempat yang ditentukan, disimpulkan oleh ahli. Kalau tidak perlakuan seperti orang, atau pelaku, tersangka umumnya,” ujar Rikwanto.
Sebelumnya, seorang perempuan cantik pegawai toko kue di Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, menjadi korban penganiayaan anak pemilik toko. Akibatnya sekujur tubuh korban mengalami luka lebam hingga kepala bocor.
Korban, Dwi Ayu Darmawati, 19, mengaku telah dianiaya hingga mengalami pendarahan di kepala, memar di tangan, kaki, paha, dan pinggang saat sedang bekerja pada Kamis (17/10/2024) sekitar pukul 21.00 WIB.
Awal kejadian saat Dwi yang sedang bekerja menolak permintaan pelaku berinisial G untuk membawa makanan yang dipesan pria itu secara online ke ruang kamar pribadi G.
Dwi menolak permintaan karena pelaku menyuruhnya menggunakan kalimat tidak sopan, dan sebelumnya G pernah melakukan kekerasan ketika menyuruh korban mengantar makanan ke kamar.
“Mungkin karena kesal saya tolak dia marah. Dia melempar saya pakai (pajangan) patung, terus melempar mesin EDC, melempar kursi juga semua benda itu mengenai saya,” kata Dwi di Jakarta Timur, Jumat (13/12/2024).
Saat kejadian itu sebenarnya terdapat pegawai lain yang berada di lokasi, tapi karena takut mereka hanya bisa diam melihat tindak penganiayaan dan mendokumentasikan kejadian sebagai barang bukti.
Dalam video tersebut tampak jelas pelaku melemparkan kursi dan mesin EDC untuk pembayaran ke arah Dwi, sedangkan pegawai lainnya hanya bisa menangis ketakutan. (Joesvicar Iqbal)