Dalam ajang PON, kata Johansyah Lubis, persaingan antardaerah lebih mengutamakan kemenangan dibandingkan pembinaan jangka panjang.
“Sebab atlet muda potensial tidak ikut ajang PON. Bahkan, tujuan PON digelar bergeser menjadi gengsi daerah karena dominasi politik lokal dalam penyelenggaraan PON, seperti penempatan anggaran yang kurang tepat. Overlay yang belum lengkap saat pertandingan, sarana dan prasarana yang belum ada saat PON berlangsung,” tutur Johansyah Lubis.
Terjadinya pergeseran tujuan pelaksanaan PON dari ajang prestasi menuju gengsi daerah dipicu pergeseran etika dan moral.
“Contohnya, pengelola induk cabang olahraga menjanjikan medali emas pada tuan rumah agar cabangnya dipertandingkan,” jelas Johansyah Lubis.
Kemudian, induk cabang olahraga menambah nomor event pertandingan di luar pertandingan resmi Olympic atau Asian Games.
“Lalu, keikutsertaan atlet yang tidak lolos PON atau tidak ikut BK PON, mengambil celah aturan pengganti atlet. Dan, pengkondisian Sistem BK PON, sistem dan nomor lomba,” kata Johansyah Lubis.