IPOL.ID – Anggota Komisi II DPR Eka Widodo, menyoroti kasus pemagaran laut di wilayah Kabupaten Tangerang, Banten. Dia menilai, pembangunan pagar sepanjang 30,16 kilometer tersebut merupakan upaya pihak tertentu untuk menguasai lahan laut secara semena-mena.
“Masalah ini sangat kompleks. Ada yang menyebut kecolongan, terjadi pembiaran, dan pengawasan yang tidak ketat. Padahal, seharusnya tidak sulit bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Pemda Banten untuk mengungkap sosok di balik kemunculan pagar laut ini. Jika KKP dan Pemda serius, persoalan ini bisa cepat diselesaikan,” kata Eka dalam keterangannya, Kamis (16/1).
Pemagaran laut tersebut, kata dia, jelas merugikan nelayan. Pagar itu membatasi ruang gerak nelayan untuk mencari ikan, memaksa mereka menempuh jarak lebih jauh. Akibatnya, biaya operasional nelayan, seperti bahan bakar, meningkat drastis.
Selain merampas hak nelayan, pemagaran laut juga diduga sebagai modus penguasaan lahan laut secara ilegal.
Menurutnya, kerugian akibat pemagaran ini meliputi terbatasnya ruang usaha nelayan, penutupan akses publik, dan kerusakan fungsi ruang laut.
“Saya berharap bukan hanya KKP, tapi Kementerian ATR/BPN juga turut bertanggung jawab. Mereka harus segera menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan bidangnya. Apalagi, pemagaran ini tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Provinsi Banten. Solusinya adalah mengungkap motif pemagaran ini dan meminta pertanggungjawaban pelaku,” tegas dia.
Politisi dari Fraksi PKB ini menjelaskan bahwa ruang laut seharusnya dimanfaatkan sebagai zona perikanan dan zona pelabuhan. Jika ada pemanfaatan untuk kepentingan lain, harus ada RTRW yang menjadi acuan pemerintah setempat.
“Saya menyayangkan pihak yang mengusulkan penyelesaiannya cukup dengan mencabut pagar menggunakan bantuan TNI/Polri. Saya tidak sepakat dengan solusi tersebut,” katanya.
Masalah ini, sambungnya, tidak sesederhana hanya mencabut pagar. Ia menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pintu masuk untuk mengungkap apakah pembangunan di pantai dan reklamasi yang marak belakangan ini sudah sesuai dengan RTRW, dan apakah masyarakat tidak dirugikan. (far)