“Kami melihat adanya sejumlah penyimpangan yang mengarah pada dugaan pelanggaran hukum yang merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, kami akan melanjutkan proses penyidikan dengan fokus pada pencarian bukti-bukti lebih lanjut untuk menetapkan tersangka,” kata Cahyono.
Cahyono mengungkapkan bahwa kontraktor utama proyek, yakni KSO Wika-Barata-Multinas, tidak melibatkan tenaga ahli yang memiliki kompetensi di bidang teknologi gula. Akibatnya, pekerjaan konstruksi tersebut gagal memenuhi standar teknis yang telah ditetapkan.
“Sejumlah target teknis, termasuk kapasitas giling yang jauh di bawah standar, kualitas gula yang tidak sesuai spesifikasi, dan tidak adanya produksi listrik untuk ekspor, semuanya tidak tercapai,” jelasnya.
Pada 2022, PTPN XI akhirnya memutus kontrak dengan KSO Wika-Barata-Multinas karena ketidakmampuan mereka memenuhi kewajiban kontraktual. Meski demikian, PTPN XI telah membayar 99,3 persen dari total nilai kontrak sebesar Rp716,6 miliar.
Kortastipidkor Polri telah memeriksa 49 saksi, termasuk pihak dari PTPN XI dan kontraktor KSO Wika-Barata-Multinas, untuk mengumpulkan bukti-bukti terkait.