IPOL.ID – Rencana ambisius Indonesia menuju energi bersih menghadapi ketidakpastian baru seiring dengan keputusan Amerika Serikat untuk kembali keluar dari Perjanjian Paris.
Banyak program transisi energi Indonesia bergantung pada kemitraan dengan negara-negara ekonomi besar, termasuk AS, yang selama ini berperan penting dalam pendanaan iklim global.
Namun, dengan Washington menarik diri, para ahli mengatakan bahwa aliran pendanaan penting bisa terhenti, dan akibatnya akan menghambat upaya penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara dan pembangunan alternatif yang lebih bersih saat Indonesia berusaha mencapai emisi nol bersih pada 2050.
“Indonesia masih masuk sebagai negara berkembang sehingga terimplikasi terdampak oleh berkurangnya pendanaan. Terutama jika ada pengetatan. Dengan keluar dari Paris Agreement tidak ada rencana cukup untuk berkontribusi pada negara berkembang,” kata pakar perubahan iklim dari Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa.
Perjanjian Paris, yang diadopsi pada 2015, merupakan kesepakatan global bersejarah yang bertujuan membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius di atas level pra-industri.