VOA — Sebuah taman konservasi sederhana dibangun di desa Tebat Monok, Kepahiang, sekitar 50 kilometer dari ibu kota provinsi Bengkulu. Di lahan seluas sekitar 3 hektare itu, terhampar berbagai jenis tanaman bunga bangkai atau Amorphophallus. Pemiliknya adalah Holidin, yang bersama 6 saudaranya jatuh cinta dan menyatukan tekad untuk melestarikan bunga raksasa dengan bau tak sedap itu.
Di Bengkulu, bunga bangkai disebut dengan nama kibut, sedangkan secara nasional tumbuhan ini dikenal sebagai titan arum.
Holidin awalnya adalah warga Kabupaten Seluma, Bengkulu yang kemudian pindah ke Kepahiang. Mereka datang sekitar tahun 80-an, ketika kondisi alam masih terjaga.
“Ketika lebih kurang 3 tahun kami ada di kabupaten Kepahiang, ternyata ada banyak pembukaan alam secara liar oleh masyarakat, kemudian ada juga illegal logging. Jadi kami anggap ini memprihatinkan,” papar Holidin.
Tergerak oleh ancaman yang diterima bunga bangkai oleh ulah manusia, Holidin memulai sendiri upaya konservasi itu pada 1998. Tidak ada yang mengajarinya ilmu merawat dan melestarikan flora semacam itu, semua didasarkan pada pengalaman berinteraksi langsung dengan alam.