Yayasan Vanita Naraya memandang pentingnya agenda women, peace, and security (WPS) karena setengah dari populasi warga negara Indonesia adalah perempuan.
“WPS itu bisa jadi cara memandang kita bagaimana melihat perempuan sebagai aktor yang aktif, tidak hanya melihat perempuan dalam konstruksi inferior dalam konteks pertahanan, tapi justru perempuan menjadi salah satu bagian sentral dari isu ketahanan dan pertahanan negara di berbagai sektor,” kata Ketua Yayasan Vanita Naraya Diah Pitaloka dalam FGD bertajuk “Women, Peace, and Security” di Jakarta, Selasa.
Diah Pitaloka memandang pemetaan women, peace, and security (WPS) sangat luas, mulai dari strategi pertahanan hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Menurut dia, keamanan dengan pendekatan tradisional sering kali berfokus pada kekuatan militer dan stabilitas politik. Padahal keamanan tidak hanya berarti tidak adanya perang, tetapi juga adanya kesejahteraan, akses ke pendidikan, layanan kesehatan, dan keadilan sosial.
Sehingga WPS juga bisa meliputi keamanan siber, hingga kasus anak yang kecanduan game online, dan anak yang menjadi korban terorisme. “Ini kan kemudian terpotret bagaimana perempuan di ruang-ruang pertahanan negara,” kata Diah Pitaloka.