IPOL.ID – Warga penghuni Rusun Jatinegara Barat, Jakarta Timur, menolak rencana peraturan pembatasan waktu sewa unit rumah susun sederhana sewa (Rusunawa).
Warga Rusun Jatinegara Barat, Sri Suryanti, 54, mengatakan, menolak rencana tersebut karena dinilai membebani masyarakat yang tidak memiliki uang untuk membeli hunian layak.
“Kita menolak, karena enggak punya tempat tinggal lagi. Kan kita enggak mungkin tinggal di rumah orangtua, membebani,” ujar Sri pada awak media di Rusun Jatinegara Barat, pada Sabtu (15/2/2025).
Sebelum menjadi penghuni Rusun, Sri memang sempat memiliki rumah tinggal sendiri di kawasan Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
Namun tempat tinggalnya tersebut terdampak proyek normalisasi aliran Kali Ciliwung, sehingga dia bersama warga Kampung Pulo lainnya direlokasi ke Rusun Jatinegara Barat.
Sehingga dia keberatan bila harus kembali kehilangan tempat tinggal karena aturan pembatasan sewa dicetuskan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Jakarta.
“Saya tinggal di sini (Rusun) dari tahun 2015, bukan kemauan saya pindah tapi karena direlokasi mau bagaimana. Makanya sekarang tolong jangan dibatasi waktu sewanya,” ujarnya.
Sri menjelaskan, tidak sependapat dengan alasan DPRKP DKI Jakarta yang membatasi sewa unit Rusunawa dengan dalih agar warga terpacu untuk dapat membeli hunian sendiri.
Karena banyak warga Jakarta yang tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk membeli tempat tinggal sendiri, ataupun rumah susun sederhana milik (Rusunami) disediakan pemerintah.
Termasuk Sri Suryanti yang selepas suaminya meninggal kini tinggal bersama anak laki-laki semata wayangnya, Muhammad Dimas Ardian di Rusunawa Jatinegara Barat.
Kondisi ekonomi Sri jauh dari kata mapan karena sehari-harinya Sri merupakan ibu rumah tangga, sementara anaknya yang merupakan penyandang disabilitas tak memungkinkan bekerja.
“Kita keberatan secara ekonomi kalau membeli tempat tinggal sendiri. Makanya kalau bisa ini Rusunawa (Jatinegara Barat) jadi Rusunami, sebagai pengganti rumah yang di Kampung Pulo,” katanya.
Bukan hanya Sri, warga Kampung Pulo korban gusuran normalisasi Kali Ciliwung yang direlokasi ke Rusunawa Jatinegara Barat juga menolak rencana peraturan pembatasan sewa unit Rusun.
Warga Rusun Jatinegara Barat, Warji menambahkan, keberatan dengan rencana DPRKP DKI Jakarta karena sejak awal mereka direlokasi pemerintah akibat rumahnya digusur.
“Keberatan sekali, karena pada dasarnya kami tinggal di sini kemauan pemerintah. Rumah kami digusur untuk kepentingan umum, setelah digusur kami ditawarkan tinggal di Rusun,” tutur Warji.
Menurut dia, saat awal relokasi warga Kampung Pulo ke Rusun Jatinegara Barat, Pemprov DKI Jakarta juga tidak memberikan persyaratan batas waktu sewa unit mereka tempati.
Warga justru keberatan dengan relokasi karena saat awal penggusuran, mereka mengaku sempat dinjajikan ganti rugi atas bidang tanah mereka namun tak kunjung terealisasi.
“Kalau kebijakan itu berlaku kami mau tinggal di mana lagi, sementara tanah kami, rumah kami warga Kampung Pulo sudah kami korbankan untuk kepentingan umum (normalisasi),” ujarnya.
Warji pun meminta Pemprov DKI Jakarta membatalkan rencana pembatasan masa sewa Rusun, dan mempertimbangkan nasib warga yang akan kehilangan tempat tinggal bila kebijakan berlaku.
Menurutnya, tanpa kebijakan tersebut, warga sudah cukup terbebani kebijakan DPRKP yang sebelumnya menaikkan harga sewa unit sebesar Rp60 ribu bagi warga korban gusuran Kampung Pulo.
“Sekarang seperti saya yang buka usaha warung, kondisinya sepi hampir sama seperti waktu Covid-19 dulu. Jangankan mau beli Rusunami, tapi ekonomi warga masih belum pulih,” tukasnya. (Joesvicar Iqbal)
Warga Rusun Jatinegara Barat Tolak Pembatasan Sewa
