IPOL.ID – Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) menolak wacana pembubaran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Organisasi persaudaraan haji ini justru mengusulkan amandemen Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji untuk memperkuat lembaga tersebut dan meningkatkan manfaatnya bagi umat.
Menurut Wakil Ketua Umum IPHI, Mohamad Anshori, BPKH merupakan amanah umat Islam Indonesia, bukan sekadar kebijakan pemerintah.
Menurutnya, keberadaan BPKH sebagai lembaga independen harus dipertahankan untuk menjaga pengelolaan dana haji yang transparan dan profesional.
“Dana haji ini milik umat, bukan milik negara. Jangan ada upaya untuk menariknya kembali ke kendali pemerintah. Pengelolaannya harus tetap berada di tangan lembaga independen yang transparan dan profesional,” kata Anshori dalam keterangannya, Minggu (9/3).
IPHI, kata dia merupakan salah satu organisasi yang turut memperjuangkan lahirnya BPKH, sehingga akan berada di garda terdepan untuk membela keberadaan lembaga tersebut.
Ia menambahkan sebelum BPKH dibentuk, pengelolaan dana haji memiliki banyak celah penyalahgunaan. Oleh karena itu, pembubaran BPKH dinilai bukan sebagai solusi, melainkan kemunduran yang membahayakan kepercayaan jamaah haji.
Alih-alih membubarkan, IPHI justru mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi UU No. 34 Tahun 2014.
Revisi ini bertujuan untuk meningkatkan tata kelola keuangan haji agar lebih transparan, profesional, dan berorientasi pada kepentingan jamaah.
IPHI mengajukan lima usulan strategis untuk dimasukkan dalam revisi UU tersebut:
Pertama, penyelarasan peran BPKH dan Badan Pelaksana Haji (BPH) agar tidak terjadi tumpang tindih dalam regulasi dan penyelenggaraan haji.
Kedua, Pembentukan Komite Tetap Haji guna meningkatkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, sehingga kebijakan fiskal dan efisiensi biaya haji lebih optimal.
“Selain itu menjadikan Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Haji dan Umrah, agar sistem keuangan haji lebih terintegrasi dengan perbankan syariah yang berpihak pada jamaah. Juga penyediaan modal tambahan bagi BPKH guna memperbesar kapasitas investasi yang berkelanjutan dan menguntungkan jamaah,” paparnya.
Ketiga, penguatan manajemen risiko keuangan, termasuk penerapan cadangan risiko (Risk Reserve) dan strategi lindung nilai (Hedging) untuk mengantisipasi fluktuasi ekonomi global.
Keempat, strategi rekapitalisasi dan restrukturisasi investasi guna mencegah kerugian dan menjaga stabilitas dana haji serta pengaturan kuota haji yang lebih seimbang, agar peningkatan jumlah jamaah tetap selaras dengan kapasitas finansial BPKH.
Kelima, keberlanjutan subsidi haji dan efisiensi dana, termasuk penerapan kontrak jangka panjang (multi-year contract) untuk biaya pemondokan, transportasi, dan konsumsi jamaah.
“Fleksibilitas dalam layanan haji, termasuk opsi upgrade dari haji reguler ke haji khusus serta pelunasan biaya haji secara angsuran, integrasi layanan digital dalam pengelolaan dana haji agar lebih transparan dan mudah diakses oleh jamaah,” terangnya.
“UU ini harus direvisi agar BPKH tidak hanya bertahan, tetapi semakin kuat dan profesional. Jika ada kekurangan, kita perbaiki, bukan malah membubarkannya,” tandasnya. (far)
IPHI: BPKH Harus Diperkuat, Bukan Dibubarkan
