IPOL.ID – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang baru tengah menjadi sorotan. Lantaran adanya ketentuan memberi kejaksaan kewenangan lebih besar dalam proses hukum.
Menurut Advokat Peradi sekaligus Ketua LBHA Trisakti Indonesia, Ucok Rolando Parulian Tamba bahwa aturan itu berpotensi menimbulkan kekacauan dan konflik antara lembaga penegak hukum.
Dalam Pasal 12 ayat 11 RKUHAP terbaru disebutkan bahwa jika dalam 14 hari setelah menerima permintaan untuk mulai melakukan penyidikan penyidik tidak melakukan tugasnya, maka pelapor atau pengadu dapat meminta kejaksaan mengambil alih kasus tersebut.
“Sistem diferensiasi fungsional telah memisahkan kewenangan masing-masing institusi hukum. Polisi bertugas menyidik, jaksa menuntut. Jika jaksa diberikan kewenangan untuk mengambil alih penyidikan, maka independensi dalam penegakan hukum bisa terganggu,” imbuh Ucok pada awak media, pada Rabu (5/3/2025).
Lebih jauh, Ucok menilai bahwa aturan itu memiliki unsur dominis litis, kejaksaan menjadi pengendali utama dalam proses hukum.
Jika penyidik tidak bertindak dalam kurun waktu tertentu, kejaksaan mendapat legitimasi untuk mengambil alih perkara.
“Ini bisa memicu konflik antar-lembaga. Polisi punya kewenangan sendiri, jaksa juga punya. Jika salah satu mengambil alih secara sepihak, potensi chaos sangat besar. Bukan fokus ke penegakan hukum, malah bisa terjadi rivalitas dan ego kelembagaan,” tegasnya.
Dengan adanya potensi ketimpangan ini, sambung Ucok menekankan bahwa revisi KUHAP seharusnya tetap menjaga keseimbangan antar-lembaga hukum.
“Keseimbangan agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan yang berujung pada ketidakpastian hukum,” pungkasnya. (Joesvicar Iqbal)
Kewenangan Polisi Diambil Jaksa, Dominus Litis RUU KUHAP Berpotensi Picu Kacaukan Sistem Hukum
