Ia juga menilai, pemerintah hanya mengejar kuantitas atau target terutama dari sisi jumlah penerima manfaat. Hal ini, katanya, sangat disayangkan karena pemerintah sama sekali tidak memperhatikan kualitas makanan atau gizi yang diberikan kepada anak-anak tersebut.
“Bisa jadi anggaran Rp1-2 triliun itu akan diterima oleh semua anak tetapi kualitas gizinya itu tidak diperhatikan. Kalau dulu rencananya Rp10 ribu per porsi, dengan skema ini kurang lebih kita bisa membiayai sekitar 10 juta lebih penerima manfaat. Tapi kita tidak bicara lebih jauh mengenai kualitas gizi yang harusnya diperhatikan. Ada peningkatan yang dulunya mungkin Rp10 ribu diartikan cukup tapi dalam tanda kutip ada pertimbangan gizinya, tetapi kita sekarang hanya berfokus pada besaran anggarannya. Itu problemnya,” jelasnya.
Terkait berbagai insiden yang muncul dalam dua bulan penyelenggaraan program ini, Galau menilai adanya ketidaksiapan pemerintah. Bahkan ia menilai, pemerintah seperti sedang melakukan simulasi tanpa mempersiapkan skema mitigasi risiko.