Sehingga, tambah Fauka, pembangunan bisa terarah dan bisa menyentuh sampai masyarakat level bawah. Dan itu bisa dirasakan memang oleh masyarakat bawah.
“Dulu zamannya Pak Harto (Presiden RI ke-2) jalan sampai ke kampung-kampung semuanya halus. Karena apa, semua satu komando,” imbuh pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Institute Kajian Pertahanan dan Intelijen Indonesia (IKAPII).
Namun kini, kata Fauka, tidak bisa lagi itu yang namanya memiliki GBHN dan Repelita, sehingga pembangunan juga tidak lagi terarah. Terlebih, bupati, wali kota, gubernur sudah dipilih rakyat langsung.
“Mereka sudah merasa raja-raja kecil. Mereka tak bisa diatur oleh pemerintah pusat. Makanya revisi UU TNI tampaknya perlu dilakukan karena nantinya juga akan kembali lagi ke masyarakat,” katanya.
Jadi, dia menilai, apa yang harus ditakutkan dengan UU TNI hingga Dwi fungsi yang kini ramai diperbincangkan. Karena sekarang presiden, wakil presiden, rakyat sendiri yang memilih.
“Jadi apa yang harus ditakutkan? Terlebih mereka (TNI aktif) yang nantinya akan mengisi jabatan juga tetap akan diawasi oleh panglima TNI. Bila mereka tidak kompeten bisa langsung diganti, dan masih di dalam rantai komando, karena kalau sipil panglima sudah tidak berwenang,” tutupnya. (Joesvicar Iqbal)