Marwan menyebutkan peristiwa banjir di Sumatera Utara yang terjadi baru-baru ini bisa menjadi contoh pusat mesti juga memiliki ruang kendali ke daerah. Dalam peristiwa itu satu desa di bagian hulu terdampak banjir besar, warga desa terdekat lainnya yang berada di hilir datang membantu. Namun, hanya berselang kurang dari empat jam, desa mereka juga mengalami banjir.
“Hal ini menunjukkan kurangnya mitigasi bencana yang terencana, padahal secara logis air dari hulu pasti mengalir ke hilir. Kan ini konyol semestinya BPBD bisa cepat mengatasinya,” katanya.
Ia juga menyoroti bahwa UU Penanggulangan Bencana saat ini belum mengakomodasi hubungan komando antara BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Komisi VIII mendapati tak sedikit BPBD yang masih tergabung dalam dinas lain tingkat kabupaten/kota, sehingga respons terhadap bencana kurang optimal, baik dari segi personel, peralatan, maupun anggaran. “Jadi penanganan bencana bersifat parsial dan kurang efektif saat ini. Akibatnya, miliaran rupiah harus ditanggung negara dan masyarakat akibat bencana yang seharusnya bisa diminimalkan dampaknya,” katanya.