Sebelumnya, pada 6 Maret 2025, sesi pertama diskusi ini telah sukses digelar dengan mengkaji pemikiran Islam transformatif dari Kuntowijoyo. Acara ini dibuka oleh Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini, yang menekankan pentingnya kajian ini tidak hanya sebagai wacana akademis tetapi juga sebagai pemantik strategi dan aksi nyata dalam kehidupan sosial.
“Kita dapat memformulasikan sebuah paradigma baru yang tidak hanya mengedepankan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memihak kaum terpinggirkan, membumikan keadilan sosial, penguatan identitas, dan harmoni sosial,” ungkapnya.
Ketua PIEC Universitas Paramadina, Pipip Rifai Hasan, turut menambahkan bahwa pemikiran para tokoh yang dikaji dalam diskusi ini dapat menjadi inspirasi bagi para akademisi, pembuat kebijakan, dan aktivis dalam menghadapi berbagai tantangan sosial kontemporer.
Sementara Direktur Eksekutif Teras Kebinekaan, Moh. Shofan, mengatakan dalam konteks masyarakat Indonesia yang semakin kompleks, pemikiran tiga tokoh ini menjadi sangat penting untuk dikaji, dipelajari, dan dihidupkan kembali. Menurutnya, ketiga tokoh ini menghadirkan perspektif yang berbeda, namun ketiganya saling melengkapi, bahkan saling mengokohkan. “Mereka merupakan avant-garde Islam transformatif yang telah meletakkan dasar dalam rangka memahami dan mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh masyarakat, terutama dalam aspek sosial, ekonomi, dan agama”, tegasnya.