Bahkan, pemohon visa tidak harus secara eksplisit menyatakan dukungan terhadap terorisme, cukup jika mereka menunjukkan “tingkat persetujuan publik atau advokasi terhadap aktivitas teroris atau organisasi teroris”.
Meski tidak dijelaskan secara rinci jenis unggahan seperti apa yang dianggap bermasalah, kawat tersebut memuat instruksi pengambilan tangkapan layar dari profil media sosial pemohon, serta prosedur penyimpanannya sebagai bukti dalam berkas kasus masing-masing.
Lebih jauh, diplomat juga diminta untuk menghubungi Kantor Visa untuk meninjau status visa para pemegang visa yang sedang berlaku.
Kebijakan ini muncul di tengah peningkatan tindakan keras pemerintah AS terhadap aktivisme pro-Palestina di dalam negeri.
Pemerintah disebut telah menandatangani sejumlah perintah eksekutif yang ditujukan untuk mendeportasi warga asing yang dinilai memiliki “sikap bermusuhan”, serta menindak apa yang oleh mantan Presiden Donald Trump sebut sebagai antisemitisme.
Salah satu kasus yang mencuat adalah mahasiswa asal Turki, Rumeysa Ozturk, yang ditahan setelah menyebut perang Israel sebagai genosida dalam sebuah artikel.