Selain isu kesehatan, Singgih juga menyoroti keterbatasan fasilitas Bandara Madinah yang dinilainya belum setara dengan Bandara Jeddah, khususnya dalam pelayanan bagi jemaah berkebutuhan khusus dan keterbatasan layanan ground handling yang berpotensi menyebabkan keterlambatan penerbangan.
Ia menegaskan bahwa kebijakan pemindahan slot penerbangan ini tidak boleh menimbulkan beban tambahan bagi jemaah, baik dari segi biaya maupun penurunan kualitas layanan maskapai.
Sebagai langkah perbaikan ke depan, Singgih mendorong agar Kementerian Agama melakukan pemetaan ulang rute penerbangan dengan skema pembagian porsi 50:50 antara Jeddah dan Madinah sejak awal perencanaan dalam Rencana Penyelenggaraan Haji (RPH). Hal ini penting untuk mengurangi risiko konsentrasi beban di satu titik.
Ia juga meminta Kementerian Agama untuk memperkuat koordinasi dengan otoritas penerbangan Arab Saudi agar standar pelayanan di kedua bandara dapat disamakan demi kenyamanan dan keselamatan jemaah. (far)