Lebih lanjut, program-program serial dari Merdeka Belajar hingga saat ini tidak jelas kelanjutannya. Apa kabar program-program keren seperti Guru Penggerak, Sekolah Penggerak? Apakah masih bergerak atau sudah tidak lagi bergerak? Besar kemungkinan program baik tersebut dihentikan. Lebih dari itu, hal yang tak kalah miris adalah program penjurusan IPA, IPS, Bahasa yang sebelumnya sudah dihapus untuk memberikan kemerdekaan kepada pelajar SMA dalam belajar dan menentukan sendiri bidang bidang pelajaran yang akan ditekuni menurut kabar akan diaktifkan lagi. Padahal, guru-guru, aktivis, praktisi pendidikan keberatan dengan reaktivasi program penjurusan bagi pelajar SMA. Mereka menilai program penjurusan tidak lagi relevan dengan kebutuhan masa kini. Beginilah realitas pendidikan nasional Indonesia.
Setiap kali ganti menteri, maka ganti pula kebijakannya. Pembuat kebijakan mungkin akan senang dan bahagia dengan kebijakan barunya. Namun, bagi pelaksana dan objek dari kebijakan tersebut seperti guru dan murid rasanya akan berat, mengapa hal yang sudah ideal diutak-atik lagi hanya untuk terlihat berbeda dan tidak mau sama dengan menteri sebelumnya. Tidaklah berlebihan adagium yang berbunyi, setiap kali menteri berganti, murid-murid dan gurulah yang akan menjadi kelinci percobaan alias menjadi objek eksperimen. Jika seperti ini terus, kapan majunya pendidikan Indonesia? Semoga peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025 menjadi momentum untuk mereflesikan arah pendidikan Indonesia ke depan! (tim)