Koordinator Fungsi Direktorat Kebijakan Politik, Hukum, dan Keamanan BRIN, Sarah Nuraini Siregar menyampaikan secara kritis rencana revisi UU Polri yang dinilainya perlu dilakukan, namun harus disertai dengan penguatan mekanisme pengawasan.
“Sejumlah pasal dalam revisi UU Polri memunculkan kontroversi. Terutama terkait perluasan kewenangan, potensi politisasi, dan ketiadaan pengaturan pengawasan yang memadai,” imbuhnya.
Dalam sistem demokrasi, diterangkannya, penguatan kepolisian harus tetap menjunjung akuntabilitas, transparansi, dan prinsip pemolisian yang demokratis serta melibatkan partisipasi publik.
Maka, ia mengangkat dua premis akademik sebagai dasar kritiknya. Yaitu potensi terbentuknya state of exception yang menormalisasi penggunaan kekuasaan berlebihan oleh aparat, juga pentingnya menempatkan kepolisian sebagai pelindung rasa aman warga negara, bukan sebagai instrumen penekan.
Meskipun itu, ia mengakui urgensi peningkatan kapasitas kepolisian, terutama dalam menghadapi kejahatan global seperti kejahatan siber dan terorisme digital. Namun ia menekankan bahwa penguatan fungsi teknis Polri harus diimbangi dengan reformasi pengawasan institusional. Termasuk juga perluasan kewenangan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan transparansi terhadap laporan publik.