“Tanpa pengawasan yang kuat, revisi UU Polri berisiko memperbesar peluang abuse of power dan pelemahan demokrasi. Oleh karena itu, kita dorong pembaruan undang-undang yang tidak hanya relevan secara teknis, tetapi juga menjamin prinsip-prinsip tata kelola yang demokratis,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf dalam paparannya juga memerinci perlunya keseimbangan antara penguatan kewenangan institusi keamanan seperti TNI, Polri, dan Kejaksaan, dengan penguatan sistem pengawasan yang sepadan. “Penguatan lembaga-lembaga pengawasan independen seperti Komnas HAM, Kompolnas, KPK, dan Ombudsman seharusnya menjadi prioritas dalam konteks demokrasi yang sehat,” rincinya.
Lalu, pergeseran paradigma dalam revisi UU TNI dan rancangan UU Polri dinilai berpotensi mencampuradukkan fungsi militer dan sipil, serta mendorong peran aparat keamanan ke wilayah yang sensitif tanpa pengawasan memadai. Dalam pandangannya, reformasi sektor keamanan idealnya mengedepankan human security dan memperkuat perlindungan hak asasi warga negara.