Robby menerangkan volume transaksi perdagangan melalui platform exchange kripto global mencapai hingga USD15 miliar. Sementara PKAD lokal mencatatkan volume transaksi tak lebih dari USD5 miliar. “Ini yang perlu menjadi perhatian semua pihak. Ada potensi transaksi yang besar yang apabila digarap dengan baik, bisa menjadi potensi cuan bagi perekonomian nasional,” ujar COO PKAD Reku ini.
Menurutnya, oknum pelanggar pidana pencucian uang kerap menggunakan celah longgar aturan yang lemah dari exchange kripto global untuk melakukan transaksi transfer dana dan atau mencuci uang illegal mereka. Hal ini dikarenakan PKAD global tersebut tak memiliki zin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga sulit diawasi. Celah longgar yang dimaksud adalah beberapa aturan yang memungkinkan identitas dan transaksi mencurigakan tidak mudah dilacak.
“Kami di Reku dan tentunya semua anggota Aspakrindo selalu mengimplementasikan keamanan dan verifikasi ketat sesuai aturan OJK. Termasuk dalam prosedur komprehensif pada Know Your Customer (KYC), Know Your Trasaction (KYT) dan Anti Money Laundering (AML) terhadap para pedagang aset kripto. Hal ini guna menjaga kepatuhan dan transparansi industri kripto dan memberi kepercayaan kepada para investor,” tegas Robby Bun.