“UU Pers dengan jelas melarang penyalahgunaan informasi dan suap, apalagi tindakan pemerasan. Itu sudah masuk ranah pidana,” tambahnya.
Menurut Oleh, tindakan premanisme ini tak hanya berbentuk kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan verbal dan digital, seperti penyebaran fitnah dan narasi menyesatkan yang dilakukan untuk menekan pihak tertentu. “Sasarannya bisa siapa saja, termasuk kiai, guru, kepala desa. Ini bentuk pemerasan terselubung,” jelasnya.
Oleh menyatakan dukungannya terhadap langkah Satgas Antipremanisme yang dibentuk pemerintah dan berharap lembaga ini menjadi garda terdepan dalam melindungi masyarakat dari segala bentuk intimidasi dan pemerasan berkedok pers atau ormas. “Penanganannya harus tegas dan terukur. Negara tidak boleh memberi ruang bagi praktik-praktik seperti ini,” pungkasnya.(*)