Ia mengingatkan bahwa Bali telah memiliki sistem keamanan berbasis adat yang kuat melalui Sipandu Beradat, yang terdiri dari aparat keamanan formal dan pecalang.
“Kalau pecalang sudah kuat, buat apa ormas luar yang justru membawa niat tersembunyi mengaku ingin menjaga Bali?” tambahnya.
Menurut Koster, kehadiran Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice merupakan langkah konkret untuk memperkuat penyelesaian konflik berbasis hukum adat. Program ini dinilai mampu menekan angka kriminalitas sosial tanpa harus melalui jalur pengadilan.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Ketut Sumedana, mengatakan bahwa Bale Paruman bukan sekadar simbol, melainkan bentuk revitalisasi kearifan lokal yang terbukti efektif menyelesaikan konflik perdata maupun sosial secara damai.
“Kalau pidana tentu ada batasannya, tetapi konflik internal masyarakat bisa diselesaikan tanpa harus sampai ke penjara,” kata Ketut.
Ia berharap kehadiran balai ini dapat memperkuat ketertiban masyarakat dan mencegah hadirnya premanisme berkedok ormas di Bali.